"Pasti. Saya kurang setuju jika harus mengimpor barang-barang yang sesungguhnya bisa diproduksi di dalam negeri. Tidak ada alasan impor kentang," kata Gita pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR di Gedung MPR/DPR-RI, Senin.
Menurut Gita, dalam skala perdagangan impor kentang sangatlah kecil atau 0,2 persen dari total produksi kentang nasional.
Impor kentang asal China dan Bangladesh membanjiri pasar dalam negeri dengan harga jual Rp2.000 per kilogram, sementara kentang lokal berkisar Rp5.500-Rp6.000 per kilogram.
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia Achmad Yakub meminta Kementerian Perdagangan menghentikan impor karena telah memukul petani kentang.
Menurut Gita, pihaknya tidak akan tinggal diam, dan akan duduk bersama dengan kementerian terkait termasuk Kementerian Pertanian yang secara terang-terangan mengeluarkan izin impor kentang.
"Duduk bersama agar jangan sampai kami dapat kotornya, padahal ini ulah lembaga lain," tegas Gita.
Gita yang baru sepekan menjabat Menteri Perdagangan menggantikan menteri sebelumnya Mari Elka Pangestu ini, juga siap mengadu kepada Kementerian Keuangan untuk mendudukkan persoalan yang dinilai mengusik rasa nasionalisme.
"Kami juga akan pertanyakan apakah memang ada permintaan kentang khusus dari Mc Donald, Kentucky, atau sejenisnya," tegas Gita.
Ia menambahkan, pada prinsipnya Kementerian Perdagangan tetap berusaha impor kentang tidak perlu dilakukan sehingga isu soal kentang bener-benar hilang.
"Isu impor kentang ini akan kami lihat dari sisi politik dan kepekaan terhadap nasib petani," tegasnya.
Ia berpendapat Indonesia seharusnya tidak mengimpor kentang namun mendatangkan bibitnya agar persoalannya selesai.
Sebelumnya Menteri Pertanian Suswono mengakui produksi kentang petani Indonesia mencapai 1 juta ton per tahun sehingga jika impor kentang sebesar 50.000 ton per tahun tidak akan mengganggu harga pasar.
(T.R017/N002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011