Jakarta (ANTARA News) - Kematian Marco Simoncelli dan Dan Wheldon menambah semakin panjang daftar pebalap yang tewas di sirkuit, namun semangat dan nyali para jagoan ngebut itu pasti tak akan surut untuk tetap mengadu kecepatan di lintasan jenis balapan apa pun.
Dan Wheldon tewas di balapan Indianapolis 500 di Las Vegas, Amerika Serikat (AS), dan seminggu kemudian disusul Marco Simoncelli pada balapan MotoGP di Sirkuit Sepang, Malaysia.
Dukacita mendalam bagi Inggris yang kehilangan Wheldon (33), dan Italia serta merta menyatakan kehilangan dengan berpulangnya Simoncelli (24). Rasa duka mengalir tidak saja dari komunitas olahraga otomotif, tapi juga dari berbagai kalangan, antara lain atlet sepak bola dan bola basket.
Juara dua kali Indianapolis 500, Dan Wheldon, tewas dengan luka di punggung dan leher ketika 15 mobil mengalami kecelakaan beruntun. Sedangkan, Simoncelli, juara dunia kelas 250 CC 2008 dan kini beralih ke kelas MotoGP, bertabrakan dengan Collin Edwards dan Valentino Rossi.
Daftar kematian atlet otomotif pun semakin panjang dan olahraga itu tidak akan dilarang, karena para atlet amat membutuhkan jenis olahraga ini untuk menguji dan mengadu nyali yang mengalir di dalam darah mereka.
Para korban bergelimpangan, tapi deram mesin di lintasan pasti akan tetap mengaum dan para pendukung yang terangsang mendengar raungan mesin dan desis lintasan mereka di trek pasti tetap akan berjubel di sekitar kawasan perlombaan, bahkan sudah menantikannya beberapa hari sebelumnya, dengan membangun tenda dan berkemah.
Kematian hanya disedihkan sesaat, karena perlombaan akan terus berlangsung dari satu lintasan ke lintasan lain dari waktu ke waktu.
Di antara kecelakaan yang merenggut nyawa atlet, terjadi di jenis perlombaan F1 dan merenggut 15 nyawa pada 1950-an. Setahun kemudian terjadi 12 kematian, pada tahun 70-an menurun menjadi 10, tahun 80-an menjadi empat. Di antara pebalap kondang yang tewas di lintasan adalah Joachin Rindt pada 1970 dan Ayrton Senna (1994).
Pada perlombaan Le Mans 1955 terjadi kecelakaan paling tragis, ketika Pierre Levegh tewas setelah menabrak hingga tewas 80 orang dan 100 lainnya luka-luka.
Pada perlombaan Reli Dakar sudah 58 orang tewas, di antaranya 25 orang peserta dan pada kejuaraan reli dunia (WRC) belasan peserta tewas, di antaranya Roger Freeth (1993), navigator yang beberapa kali datang ke Indonesia.
Reli Paris - Madrid pada 1903, memakan korban puluhan peserta dan penonton, umumnya karena kendaraan waktu itu belum layak berlomba dan para pengemudinya belum menguasai benar kendaraan mereka. Banyak yang mati terbakar bersama kendaraanya dan banyak pula yang tewas menabrak pohon dan penonton.
Di Indonesia pun, beberapa pereli berpulang dalam perlombaan, termasuk beberapa penonton yang disambar kendaraan reli sehingga tewas pada perlombaan di Lampung dan di Medan.
Dalam catatan laman wikipedia.com, disebutkan trek yang paling banyak memakan korban adalah Indianapolis Motor Speedway, sebanyak 56 korban, disusul Nurburging (48), Monza (30), Daytona International Speedway (24) dan Le Mans (24).
Korban di atas tentu saja belum termasuk dalam jenis lomba lainnya. Pada laga MotoGP saja sejak 1949 sudah 25 pebalap yang tewas, termasuk Marco Simoncelli pada 2011. Pada 2010, pebalap Jepang Shoya Tomizawa tewas pada perlombaan di Misano GP.
Keamanan lintasan
Keamanan lintasan balap menjadi syarat utama dalam menyelenggarakan balapan dan Komisi Keamanan FIA atau badan balap apa pun menjadikan hal ini sebagai persyaratan pertama di setiap sirkuit.
Kareka kekhawatiran akan keamanan lintasan, baik balapan di Las Vegas mau pun di Sepang langsung dihentikan.
Ketua Sirkuit Internasional Sepang Mokhzani Mahatir mengatakan insiden fatal pertama yang terjadi di Sepang membuat mereka harus meningkatkan standar keamanannya.
"Penyelenggara balap Sepang, mesti mempertimbangkan untuk meningkatkan keamanannya dari semua sisi," kata Mokhzani, kendati FIA sudah menyatakan sirkuit itu pantas menyelenggarakan perlombaan F1 dan Moto-GP.
Insiden yang terjadi di tikungan Tamburello di Sirkuit Imola, Italia, yang menyebabkan Ayrton Senna tewas pada 1994, juga membuat perlombaan dihentikan. Sehari sebelum terjadi insiden menyedihkan itu, pebalap dari Austria Roland Ratzenberger meninggal di sirkuit sama karena kecelakaan di babak kualifikasi.
"Kami semua khawatir ketika melakukan latihan di tempat itu, karena lintasan itu amat cepat dan terlalu terbuka," kata pebalap Australia Will Power mengomentari sirkuit Indianapolis 500, setelah Dan Wheldon tewas.
"Ketika Anda melaju dengan kecepatan rata-rata 370 km per jam Anda akan merasakan jarak kendaraan hanya sekitar satu inci dan dalam keadaan melaju kencang situasi itu menyebabkan lintasan menjadi sumber bencana," katanya.
"Bisa saja salah satu dari pebalap melakukan kesalahan kecil, maka akibatnya besar bagi semua peserta lain. Pengamannya semua keras dan berbahaya bila mengenainya," kata Power, salah satu dari tiga pebalap yang masuk rumah sakit setelah insiden itu.
Tapi, Ketua Las Vegas Speedway, Chris Powell, mengatakan bahwa sirkuitnya memenuhi syarat dan regulasi perlombaan IndyCar Series dan tidak ada keluhan sebelum Sheldon tewas.
Tim Prinsipal F1 Ferrari, Stefano Domenicali, berusaha berkata bijak tentang insiden itu, dengan mengatakan, "Acara balapan, termasuk kematian tragis delapan hari lalu yang dialami Dan Wheldon dalam lomba Indy Car di Las Vegas, mengingatkan kita bahwa semua jenis olahraga balap memiliki risiko."
Ia menimpali, "Kita jangan menurunkan kewaspadaan kita tetapi harus mengerti bahwa kita dapat berbuat apa pun melawan kematian."
Nah, kematian memang tidak dapat dilawan. Ia mengintip manusia kapan saja dimana saja. Atlet Indonesia, Iwan Sinulingga, dari Sumatera Utara, pada 15 Oktober tewas dalam Kejurnas Gantole 2011 di Lapangan Udara Atang Sandjaya, Semplak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, karena gantole yang dikemudikannya menabrak pohon.
Kematian merupakan rahasia Sang Pencipta yang tak akan tersingkap hingga akhir masa. Domenicali sudah mengakuinya, "Kita tidak dapat melawan kematian."
Raungan mesin kendaraan pun tetap bergema dari sirkuit ke sirkuit.
(T.A008/A016)
Oleh oleh A.R. Loebis
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011