Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan langkah untuk mengantisipasi puncak musim kemarau tahun 2022 dengan salah satu terobosan atau cara baru yang didorong yakni gerakan panen air.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan air hujan dan run-off (limpasan air di permukaan tanah) merupakan salah satu sumber daya alam yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal dan hanya dibiarkan mengalir ke saluran-saluran drainase menuju ke sungai-sungai yang akhirnya mengalir ke laut.
Menurut Suwandi, air hujan tersebut akan memiliki banyak manfaat untuk keberlangsungan penyediaan air, terutama di sektor pertanian jika mampu diolah dan dikelola dengan baik
"Saya pernah ke daerah Katingan sudah melakukan metode panen air, di setiap genting rumah ada drum untuk menampung air hujan. Di Gunung Kidul di setiap bawah pohon besar ada cekungan untuk menampung air," kata Suwandi pada Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani secara daring.
Baca juga: Kementan dan pelaku usaha pasok kedelai ke perajin tahu tempe
Suwandi menjelaskan gerakan panen air hujan ini adalah ilmu perubahan perilaku, yang telah dilakukan pada tahun 70-an dan 80-an di daerah seperti Gunung Kidul dan di Wonogiri.
“Saya berharap kita semua bisa mengelola air, panen air sedemikian rupa sekaligus mengubah kebiasaan untuk memanfaatkan air yang ada. Untuk sawah yang menggunakan sumur submersible, seharusnya jangan langsung masuk sawah untuk tanam padi terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Air sebaiknya diputar dahulu untuk berbagai proses produksi, terakhir baru dilepas ke tempat pembuangan," katanya.
Suwandi mengapresiasi Kabupaten Grobogan yang merupakan daerah kering namun bisa tanam dan panen padi empat kali dalam setahun dengan memanfaatkan air hujan.
Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono mendorong gerakan panen air sebagai langkah kongkret mengantisipasi kekeriangan, khususnya sektor pertanian. Menurutnya, masyarakat harus memulai gerakan panen air hujan, yakni dengan menerapkan pola TRAP (Tampung dan manfaatkan, Resapkan ke tanah, Alirkan ke drainase, dan Pelihara masyarakat) sehingga air hujan menjadi tidak terbuang.
"Beberapa keuntungan memanen air hujan antara lain banjir berkurang, kekeringan berkurang, kesehatan meningkat, pertanian meningkat, perikanan meningkat, air tanah terjaga, lingkungan sehat, alam terjaga, dan masyarakat sejahtera," papar Agus.
Baca juga: Kementan lakukan pengendalian stok pangan di 34 provinsi
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Takdir Mulyadi menjelaskan sebanyak 19,9 persen zona musim (ZOM) memasuki puncak musim kemarau pada bulan Juli 2022, dan 52,9 perseb ZOM memasuki puncak musim kemarau bulan Agustus 2022.
Beberapa langkah antisipasi dalam menghadapi musim kering pada tahun 2022 antara lain early warning system dan rutin memantau informasi BMKG, memanfaatkan aplikasi Si KATAM Terpadu, pompanisasi, perbaikan jaringan irigasi tersier/kuarter, gerakan panen air, teknologi hemat air, penggunaan benih toleran kekeringan dan penggunaan pupuk organik dan pembenah tanah untuk meningkatkan retensi air.
"Kegiatan lainnya dengan memanfaatkan Asuransi Usaha Tani Padi bagi yang sudah mendaftar dan Brigade Dampak Perubahan Iklim atau Organisme Pengganggu Tanaman, Brigade Alat Mesin Pertanian dan Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling," kata Takdir.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022