Jakarta (ANTARA) - "Tanah air kita adalah kumpulan ribuan pulau, baik besar maupun kecil, yang dipisah dan dipersatukan oleh laut, dan oleh Tuhan seakan-akan ditempatkan di tengah persilangan dua benua sekaligus dua samudera besar. Kondisi geografis demikian memerlukan tanggung jawab besar bagi rakyat Indonesia untuk berwawasan bahari. Tanpa wawasan bahari, kita tidak akan menjadi bangsa yang besar, tanpa wawasan bahari kita tidak akan berdikari."
Ucapan Soekarno itu termaktub dalam kata pengantar buku berjudul "Maritim Indonesia" yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian Maritim Republik Indonesia Tahun 1966.
Presiden pertama RI ini memang kerap menyuarakan perlunya bangsa Indonesia dalam menguasai pengetahuan bahari atau kemaritiman.
Mengingat dunia kemaritiman punya irisan yang memanjang dalam kerangka temporal yang menghubungkan akar identitas masa lalu dan sekaligus proyeksi kejayaan masa depan bangsa Indonesia.
Tidak ada cerita mengenai masa kejayaan Nusantara tanpa kehadiran arsitektur politik bercorak maritim, seperti Sriwijaya, Majapahit dan Demak. Dengan lain perkataan, kejayaan masa lalu leluhur kita ditandai dengan adanya penguasaan atas medan baharinya.
Pola-pola dari aktivitas ekonomi masyarakat di bawah kendali kerajaan yang saling terintegrasi dengan laut, telah menjalin kehidupan sosial dan politik masa lalu Indonesia ke dalam potret budaya bahari yang begitu melekat.
Kenyataan ini membuat sebagian pakar sejarah tanpa ragu menyimpulkan bila di masa depan Indonesia akan mengalami masa kejayaan, maka hampir pasti terdapat keterlibatan sektor maritim sebagai pendulumnya.
Di lain sisi, pertautan nilai kehidupan masyarakat yang sangat erat dengan dunia bahari, dalam konteks perjuangan bangsa tentu turut menampilkan sejumlah ksatria bahari di atas pentas sejarah. Baik karena kiprah perjuangannya yang monumental, maupun oleh faktor semangat heroismenya yang kental, dan pada gilirannya memunculkan percikan butir-butir nilai ajaran perjuangan yang patut diteladani oleh generasi berikutnya (P Londo).
Minim literasi
Akan tetapi, kejayaan laut Bangsa Nusantara yang memanjang selama beberapa dekade itu, tidak ditopang oleh literasi sejarah maritim yang kuat.
Di saat banyak negara telah melakukan pengayaan pembelajaran sejarah, khususnya yang berkaitan dengan identitas budaya geografisnya yang tidak lagi dinarasikan dalam buku-buku, tetapi juga pada film dan bahkan aplikasi game (permainan).
Di Indonesia pengembangan dan rekayasa pembelajaran, khususnya bagi pengenalan kisah para pahlawan/kesatria bahari, justru belum memungkinkan untuk dilakukan.
Selain karena masih minimnya literasi tentang sejarah maritim kita, juga karena kurangnya kehendak dari pemangku kebijakan untuk memprioritaskan pengembangan proyek sejarah maritim sebagai tema sejarah yang khas leluhur orang Indonesia.
Kita tidak dapat mengharapkan buku-buku sejarah Indonesia yang tersebar di berbagai jenjang pendidikan yang isinya terlalu kronologis dan berbasis daratan, sehingga tidak mampu menyinggung soal keperkasaan otoritas maritim secara lengkap, lebih-lebih mengangkat kisah heroisme para jagoan samuderanya.
Kalaupun tema itu disebutkan, paling-paling hanya penjelasan umum tentang kerajaan bercorak maritim, seperti Sriwijaya atau Majapahit, yang tentu masih jauh dari kata detail, sehingga memerlukan suatu proyek elaborasi yang serius.
Padahal jelas bahwa pengenalan peristiwa sejarah melalui film bertema sejarah, khususnya yang spesifik tentang sejarah palagan maritim, nantinya dapat mewarnai khasanah media pembelajaran di sekolah-sekolah, yang tentunya dapat menarik minat lebih para pelajar.
Keberadaan aplikasi game dan film berlatar sejarah maritim tentu menghadirkan kesukaran tersendiri dan dari pembiayaan jelas lebih tinggi dibandingkan menuangkannya dalam bentuk buku.
Tetapi hal itu lebih baik dari pada generasi muda kita dibiarkan dengan tontonan sinetron yang sama sekali tidak berhubungan dengan aspek penguatan budaya bangsa.
Modifikasi dan Penguatan
Pemerintah, melalui dinas atau kementerian terkait, perlu memikirkan persoalan ini secara serius. Kedepannya saya berharap agar terdapat skema program tentang penelitian mendalam yang bersifat khusus tentang tokoh-tokoh yang dinilai punya peran besar dalam sejarah dunia bahari Indonesia.
Program penelitian ini diarahkan pada spirit untuk menumbuhkan minat dan pengetahuan generasi muda terpelajar terhadap identitas leluhurnya sebagai bangsa bahari.
Selain untuk memperkenalkan keberanian dan ketangguhan nenek moyang bangsa Indonesia dalam mengarungi dan menaklukkan samudera, juga agar menumbuhkan ketertarikan generasi muda untuk mempelajari lautnya.
Karena laut tidak boleh menjadi sesuatu yang asing dan menakutkan bagi generasi muda Indonesia. Generasi muda kita harus mengetahui bahwa kedalaman samudera dan keganasan badainya itu merupakan kawan karib leluhur bangsa Indonesia.
Para pelajar kita harus mengenal Gajah Mada dan Laksamana Nala yang pernah memimpin armada angkatan laut terbesar Majapahit.
Para pelajar harus mengenal Laksamana Anabrang (dar Kerajaan SIngasari) yang pernah memimpin salah satu armada maritim terbesar di Asia dan bahkan Dunia.
Para pelajar harus mengenal Adipati Unus sebagai pemimpin ratusan armada maritim Demak yang secara gigih melawan hegemoni Portugis di Perairan Malaka.
Para pelajar kita juga harus mengetahui pengorbanan pahlawan bahari bernama Yoshapat Sudarso (Komodor Yos Sudarso) yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda di Laut Aru.
Lebih luas, seluruh komponen bangsa harus mengetahui peran para kesatria dan pahlawan bahari sebagai pengingat abadi akan pentingnya mengelola dan mempertahankan perairan Indonesia sebagai wujud nasionalisme.
Eksistensi perjuangan pahlawan bahari jangan sampai terpinggirkan atau tersisih oleh tema sejarah yang bersifat kronologis semata, sebagaimana dijumpai dalam berbagai literatur.
Karena bagaimanapun, peran para jagoan bahari yang meraih dan mempertahankan kedaulatan, melalui berbagai pertempuran di lautan jelas amat vital kedudukannya dalam narasi besar sejarah maritim Indonesia.
Adalah satu keterikatan dan tanggung jawab historis bagi negara kepulauan sebesar Indonesia untuk memberikan ruang dalam mengapresiasi dan meneruskan gagasan serta kiprah besar yang pernah ditunaikan para pendahulu ketika menjaga lautan di Nusantara.
*) Hasan Sadeli adalah peminat kajian sejarah maritim, lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.
Copyright © ANTARA 2022