“Harga pangan ini harus dikendalikan pemerintah. Fundamental perekonomian Indonesia yang kuat, dengan surplus neraca transaksi berjalan, peningkatan cadangan devisa, nilai tukar rupiah yang stabil, dan perbaikan pertumbuhan ekonomi, membuat Indonesia lebih resilien (tangguh) menghadapi goncangan jangka pendek dari ketegangan geopolitik yang kerap terjadi," ujar Nevi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dia berharap pemerintah dapat mengontrol kenaikan harga komoditas, sehingga dapat meredam kenaikan inflasi. Persoalan supply-demand dan distribusi jangan sampai terkendala.
Harga pangan seperti kedelai, gandum dan komoditas pangan lainnya terus mengalami gangguan distribusi. Sebagai gambaran, perkiraan peredaran kedelai impor 90 persen, sisanya 10 persen dalam negeri.
Sedangkan gula dalam proses harmonisasi impor. Namun demikian, Harga Pokok Penjualan (HPP) pemerintah mesti dapat siap untuk intervensi menghadapi spekulan dan distribusi. Sementara daging sapi baru masuk puluhan ribu ton baik swasta maupun Bulog. Adapun bawang merah, cabe ketersediaan terganggu karena produksi tidak stabil.
“Faktor eksternal dan internal negara kita sangat besar mempengaruhi produksi pangan kita. Namun demikian, sumber daya alam kita sangat besar untuk menumbuhkembangkan kapasitas produksi pangan tertentu yang menjadi unggulan," ujar Nevi.
Oleh karena itu, dia mengatakan perlunya penyusunan roadmap Jangka Pendek, Menengah dan Panjang.
"Mulai dari perbaikan sistem produksi, instrumen distribusi, Manajemen logistik baik gudang penyimpanan maupun teknologi pengemasan, hingga penentuan harga yang dikendalikan pemerintah," kata Nevi.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022