"Kalau secara pribadi saya sangat menentang dengan praktik penyiksaan karapan sapi ini," kata Eddy Susanto dalam jumpa pers di kantor Bakorwil IV Pamekasan, Jumat malam.
Pembacokan pada pantat sapi dengan menggunakan paku, kata Eddy Susanto memang banyak menuai protes berbagai pihak dan kalangan ulama di Madura karena menunjukkan prilaku yang tidak manusiawi.
Bahkan, sambung Eddy, praktik semacam itu juga bisa merusak citra Indonesia dalam kancah dunia internasional.
"Tapi mau bagaimana lagi wong pemilik sapi bilang, kalau tanpa seperti itu, dibilang karapan," kata Eddy Susanto menjelaskan.
Kendatipun demikian, kata Eddy, pihaknya akan melakukan berbagai upaya perbaikan pada pelaksanaan karapan sapi pada festival karapan sapi yang akan digelar pada tanggal 23 Oktober 2011 nanti.
Salah satunya dengan memperlebar lokasi garis star dari sebelumnya hanya 15 cm pada pelaksanaan festival karapan sapi nanti menjadi 30 cm.
Para pengiring pasangan sapi (petugas yang mempersiapkan sapi) di garis star maksimal 10 orang dan maksimal empat orang yang bertugas untuk menangkap sapi di garis finis dengan durasi waktu paling lama 10 menit.
"Jika dalam waktu 10 menit pasangan sapi ini tetap tidak bisa diberangkatkan karena belum siap, maka disepakati akan diundi," katanya.
Menurut Kepala Bakorwil Eddy Susanto, langkah itu dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi molornya pelaksanaan festival karapan sapi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
"Disamping itu agar penonton tidak jenuh. Sebab biasanya butuh waktu sekitar 30 menit kalau tahun-tahun sebelumnya," kata Eddy Susanto menjelaskan.
Untuk menekan praktik penyimpangan, pihak Bakorwil selaku panitia pelaksana pengarah dalam kegiatan itu juga menyumpah semua dewan juri dan para "stater" yakni orang yang bertugas memberangkatkan pasangan sapi karapan itu.
Seleksi karapan sapi tingkat Madura ini telah dimulai pada tanggal 9 September lalu di tingkat kecamatan dan pada tanggal 8 Oktober di tingkat kabupaten.
Menurut Kepala Bakorwil Eddy Susanto, pasangan sapi yang akan bersaing dalam festival karapan sapi memperebutkan piala Bergilir Presiden pada 23 Oktober 2011 itu sebanyak 24 pasangan.
Masing-masing kabupaten mengirim sebanyak enam pasangan yang meliputi tiga pasangan sapi dari golongan menang dan tiga pasangan lainnya dari golongan kalah.
Golongan menang dalam pelaksanaan karapan sapi ini adalah pasangan sapi yang masuk juara 1 hingga juara tiga di tingkat kabupaten.
Sedangkan golongan kalah adalah pasangan sapi yang kalah dalam festival karapan sapi, baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten, akan tetapi dilombakan lagi sebagai juara.
"Dan juara yang dilombakan khusus pasangan sapi kalah ini disebut `menang bagian kalah," kata Eddy Susanto menjelaskan. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011