Jakarta (ANTARA News) - DPR RI meminta Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi untuk melakukan uji silang draft keputusan sengketa tapal batas antar-provinsi atau kabupaten/kota, sebelum ditandatangani menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Menurut anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Zainun Ahmadi, Mendagri harus lebih teliti, hati-hati, dan transparan dalam memutuskan sengketa tapal batas, karena bisa jadi menteri tidak tahu ada “permainan” yang dilakukan bawahannya disana.

"Kalau tim yang dibentuk diketahui tidak independen, Mendagri harus mengganti, ganti dengan yang lebih independen, adil, dan tidak memihak satupun kepada pihak yang sedang bersengketa. Independen tidaknya tim itu bisa dilihat dari peraturan yang ada termasuk UU pembentukan daerah yang bersengketa itu," kata Zainun di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.

Hal itu dikatakan menanggapi masalah yang terjadi antara Provinsi Kepulauan Riau dan Jambi terkait Pulau Berhala, yang kemudian melalui Permendagri No44/2011 tertanggal 27 September dan diundangkan 7 Oktober 2011 lalu, menetapkan pulau itu masuk wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

Komisi II DPR RI, kata Zainun, akan mengawasi, dan menindaklanjuti semua keputusan mengenai konflik tapal batas daerah jika dalam penyelesaiannya sampai memunculkan masalah baru, dan menimbulkan kecurigaan adanya ‘permainan’ di dalamnya.

Faktanya, selain kasus Pulau Berhala, begitu banyak sengketa batas daerah provinsi/kabupaten/kota yang ada di Indonesia yang saat ini terjadi dan potensial untuk memicu kericuhan baru di daerah jika tidak ditangani dengan adil.

Sebagai contoh, lanjutnya, konflik batas wilayah antara Kabupaten Musi Rawas (Mura) dan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) di Provinsi Sumatera Selatan. Pihak Mura sebelumnya sudah mengantongi Permendagri No63/ 2007 tentang Penetapan Kabupaten Musi Rawas sebagai daerah penghasil sumur gas bumi Suban 4. Lalu, muncul Permendagri baru mengenai batas wilayah yang memasukkan sumur-sumur itu ke kabupaten lain tentunya akan aneh dan mencurigakan.

Apalagi, proses keluarnya Permendagri No63/2007 itu sudah melalui mekanisme resmi dan termasuk hasil peninjauan lapangan, serta melibatkan kedua belah pihak. Aspek lain juga perlu dilihat yakni keadilan, misalnya, selama ini Muba sudah memiliki banyak sumur migas, sementara Mura tidak.

"Jadi Mendagri harus arif dengan mempertimbangkan banyak aspek," kata Zainun.

Anggota Komisi II DPR RI lainnya, Taufiq Hidayat menyatakan, Mendagri harus sering-sering mengawasi kinerja tim itu. Pasalnya, tim yang bekerja menyelesaikan konflik tapal batas itu rentan disusupi kepentingan pragmatis.

"Harus disadari betul oleh tim bahwa, integritas tim sangat menentukan. Mendagri juga harus sering-sering mengawasi terhadap aparat yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa tapal batas itu," ujar Taufiq.

Ketua Kelompok Fraksi Partai Golkar di Badan Legislasi DPR RI itu menambahkan, jika konflik itu meluas hingga pada aksi kekerasan antarmasyarakat, maka biaya yang ditanggung daerah akan sangat besar.

"Karenanya, tim penyelesaian sengketa tapal batas itu harus orang-orang yang berintegritas yang tinggi. Jangan sampai tim yang dibentuk mengkomersilkan konflik tapal batas itu demi kepentingan pribadi," kata Taufiq.

Sedangkan Wakil Ketua Komite I DPD RI, Paulus Yohanes Sumino memaparkan, potensi meluasnya konflik antar masyarakat yang bersengketa dalam tapal batas daerah sangat mungkin terjadi. Karenanya, penyelesain sengketa tapal batas itu tidak bisa dilakukan secara sepihak, tapi harus antara dua belah pihak yang saling bersengketa.

"Tidak bisa hanya sewenang-wenang pusat diputuskan sepihak. Dua daerah yang sengketa itu harus saling menyepakati, sehingga potensi konflik yang akan meluas hingga aksi kekerasan bisa dihindarkan," kata Paulus. (zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011