Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Institute of Development of Economic dan Finance (INDEF), M Fadhil Hasan mengatakan bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mengurangi kewenangan Deputi Gubernur BI Budi Mulya sudah tepat.
"Hingga saat ini kan statusnya belum jelas, KPK masih terus melakukan penyelidikan, maka dari itu keputusan BI untuk mengurangi kewenangan Budi Mulya rasanya sudah tepat," kata Fadhil Hasan di Jakarta, Jumat.
Fadhil menyatakan BI tidak perlu menonaktifkan Budi Mulya karena belum ada keputusan hukum atas kasus Budi Mulya. Fadhil mengatakan penonaktifan hendaknya menunggu keputusan dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Temuan BPK masih perlu ditindaklanjuti, setelah itu baru aparat hukum bisa bertindak sesuai rekomendasi BPK dan keputusan mengenai pembebastugasan Budi Mulya baru bisa dilakukan," kata dia.
Sampai saat ini Budi Mulya masih tetap berstatus Dewan Gubernur sampai keluar hasil penyelidikan dari BPK.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah menyatakan, rapat Dewan Gubernur BI pada 19 September 2011 memutuskan tugas-tugas pengelolaan moneter yang sebelumnya dijalani Budi Mulya dibebankan kepada Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, sementara itu, Direktorat Pengelolaan Devisa dipegang oleh Hartadi A Sarwono, dan pengelolaan informasi oleh Ardhayadi Mitroatmodjo.
Sedangkan Budi Mulya untuk sementara digeser menjadi pemegang urusan kesekretariatan, Unit Khusus Penyelesaian Aset, museum, dan kantor perwakilan.
Budi Mulya diduga terkait dengan aliran dana sebesar Rp1 miliar dari mantan pemilik Bank Century, Robert Tantular kepada Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya.
Kasus Bank Century mencuat setelah bank itu mendapat Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebesar Rp689 miliar dari Bank Indonesia. Fasilitas pendanaan diberikan pada pertengahan Oktober 2008.
Bank Century juga mendapatkan dana talangan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp6,7 triliun.
(SDP-09)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011