"Insya Allah tahun ini tuntas, sehingga dapat segera dimulai penataannya, karena anggaran pembangunannya yang bersumber dari APBN sudah ada sejak 2010," katanya dalam jumpa pers usai peresmian Bandara Internasional Lombok (BIL) yang berlokasi di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.
BIL yang berjarak sekitar 40 kilometer arah selatan Kota Mataram, ibu kota Provinsi NTB itu diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhyono, meskipun telah dioperasikan oleh manajemen PT Angkasa Pura I sejak 1 Oktober 2011.
Hadir dalam acara peresmian bandara Lombok, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta istri Mufidah Kalla, serta para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, termasuk Menteri Perhubungan E E Mangindaan, dan Menko Bidang Perekonomian Hatta Rajasa.
Zainul mengatakan, akan terus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan Pemerintah Kota Bima untuk menyelesaikan masalah pembebasan tanah untuk penataan Bandara Salahuddin yang belum juga tuntas.
"Yakin saja, tahun ini selesai. Kami koordinasi terus, karena bandara itu juga menjadi perhatian serius dalam pengembangan kawasan pariwisata, karena banyak wisatawan yang datang dari objek wisata Pulau Komodo ke Bima," katanya.
Kementerian Perhubungan dalam menata infrastruktur Bandara Salahuddin Bima masih terkendala pembebasan tanah yang belum juga tuntas sejak tahun lalu.
Anggarannya sudah ada sebesar Rp20 miliar yang bersumber dari APBN 2010, namun belum bisa digunakan karena pembebasan tanah belum tuntas.
Dana tersebut dialokasikan untuk penataan infrastruktur Bandara Salahuddin berupa penambahan ketebalan landasan pacu, dan perbaikan prasana pendukung di terminal bandara yang sudah diprogramkan sejak 2010.
Kegiatan lainnya diprogramkan pada 2011 dan 2012, dengan harapan Bandara Salahuddin Bima akan menjadi bandara yang representatif di Pulau Sumbawa yang akan menjadi gerbang timur Provinsi NTB.
Kementerian Perhubungan berencana memperpanjang landasan pacu Bandara Muhammad Sultan Salahuddin Bima dari 1.650 meter dan lebar 30 meter menjadi panjang 2.250 meter dan lebar 40 meter agar dapat didarati pesawat berbadan lebar seperti Boeing 737.
Jika panjang landasan pacu Bandara Salahuddin Bima sudah mencapai 2.250 meter dan lebar 40 meter, maka sama dengan landasan pacu Bandara Selaparang, Mataram saat ini, dan bisa didarati berbagai jenis pesawat berbadan lebar.
Namun, kegiatan perpanjangan dan pelebaran landasan pacu itu tertunda karena masih terkendala pembebasan tanah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Akibatnya, upaya perbaikan prasarana pendukung di terminal bandara ikut tertunda.
Padahal, pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran pembebasan tanah pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp3,7 miliar.
Kemudian Pemerintah Kabupaten Bima mengalokasikan sebesar Rp1,1 miliar, Pemerintah Kota Bima juga sebesar Rp1,1 miliar, dan Pemerintah Provinsi NTB sebesar Rp1,5 miliar.
Bahkan, berbagai upaya menuju penyelesaian proses pembebasan tanah seluas 10 hektare sudah maksimal hingga disepakati harga tanah yang akan dibebaskan.
Saat hendak dilakukan pembayaran, terjadi perubahan sikap para pemilik tanah yang menghendaki peningkatan nilai jual tanah tersebut.
(T.A058/M008)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011