Sasaran peredaran obat palsu jenis pil koplo tersebut yaitu para remaja dan orang-orang muda untuk tujuan mabuk-mabukan.

Timika (ANTARA) - Kantor Loka Penelitian Obat dan Makanan (POM) Timika, Papua tengah memproses tiga oknum pemasok ribuan butir pil koplo yang terhubung dengan jaringan di Jakarta dan Lampung.

Kepala Loka POM Timika Lukas Dosonugroho, di Timika, Kamis, mengatakan ketiga pelaku kini ditahan di Rutan Polres Mimika.

Adapun penyidikan kasus tersebut ditangani langsung oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Loka POM Timika.

"Pengungkapan kasus peredaran obat palsu yang masuk ke Timika berdasarkan informasi yang kami terima dari Direktorat Jenderal BPOM Jakarta," ujar Lukas.

Melalui kerja sama dengan jajaran Polres Mimika, pada 28 Maret lalu, tim Loka POM Timika membekuk dua orang di Jalan Hasanuddin Timika dengan barang bukti sebanyak 1.000 tablet obat palsu kode LL kiriman dari Jakarta.

Kedua pelaku diketahui merupakan residivis kasus serupa dan pernah menjalani masa hukuman di Lapas Kelas IIB Timika.

Selanjutnya pada Rabu (6/4), tim Loka POM Timika kembali membekuk seorang pelaku pemasok 2.000 tablet obat palsu merek Dextro kiriman dari Lampung di Jalan Budi Utomo Timika.

Lukas mengakui peredaran obat palsu berupa pil koplo di Timika selama ini cukup marak. Sejak 2018 diketahui sudah banyak obat palsu yang masuk ke Timika berhasil dibongkar oleh tim Loka POM setempat.

Pada 2021, katanya lagi, terdapat dua pelaku pengedar obat palsu ditangkap dan diproses hukum dengan vonis di Pengadilan Negeri Timika yaitu 1,8 tahun dan 1,6 tahun.

Sasaran peredaran obat palsu jenis pil koplo tersebut yaitu para remaja dan orang-orang muda untuk tujuan mabuk-mabukan.

Menurut keterangan para tersangka saat diperiksa penyidik, pil koplo tersebut dijual seharga Rp15.000 per tablet dan Rp50.000 per paket (isi 12 tablet).

"Keuntungan yang didapatkan para pelaku dari bisnis ilegal menjual pil koplo sangat besar. Dengan modal Rp1 juta, mereka bisa mendapatkan keuntungan dua hingga tiga kali lipat. Pemasarannya pun sangat cepat, tidak sampai satu bulan sudah habis terjual," ujar Lukas.

Lebih ironis lagi, salah satu narapidana yang kini mendekam di Lapas Kelas IIB Timika masih terus mengendalikan jaringan peredaran obat palsu pil koplo dari balik jeruji besi.

Lukas mengatakan BPOM telah menarik izin edar obat Dextro yang dulu digunakan sebagai obat batuk lantaran terjadi penyalahgunaan pemakaian.

Namun karena tingkat konsumsi obat tersebut sangat tinggi, terutama pada kalangan remaja dan orang muda untuk tujuan mabuk-mabukan, maka saat ini ada banyak laboratorium gelap di Jakarta dan kota-kota lainnya yang memproduksi secara ilegal obat tersebut.

Beberapa hari lalu pihak kepolisian membongkar praktik pembuatan obat Dextro pada dua pabrik di Yogyakarta.

Dengan makin maraknya peredaran obat palsu pil koplo di Timika, jajaran Loka POM setempat menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Polres Mimika, BNN Mimika, Dinas Kesehatan, Disperindag, berbagai organisasi kesehatan, dan para tokoh agama untuk memberikan pencerahan kepada para remaja dan orang-orang muda agar tidak mengonsumsi obat palsu, apalagi untuk tujuan mabuk-mabukan.

Sosialisasi juga terus dilakukan di sekolah-sekolah kepada para pelajar seperti di SMA Negeri 1 Mimika, dan juga kepada para anggota Pramuka Saka POM Timika dan berbagai komunitas lainnya di wilayah itu.
Baca juga: Petugas LP Semarang gagalkan penyelundupan pil koplo dalam makanan
Baca juga: Polisi tangkap sepasang kekasih pengedar 21.040 pil koplo di Denpasar

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022