Jakarta (ANTARA) - Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Kawasan Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh menyerukan setiap negara untuk memprioritaskan keadilan kesehatan dan mempercepat langkah untuk melindungi sistem ekologi dan kesehatan.
"Perubahan iklim membahayakan kesehatan, kesejahteraan, dan pembangunan berkelanjutan miliaran orang di kawasan dan seluruh dunia," kata Poonam Khetrapal Singh melalui siaran pers WHO yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan perubahan iklim adalah ancaman tunggal terbesar yang mengancam manusia dan menyebabkan 13 juta kematian setiap tahun akibat pengaruh lingkungan.
Perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan 250 ribu kasus kematian tambahan setiap tahun pada kurun 2030 dan 2050. Untuk itu, WHO mendorong setiap negara untuk saling berbagi strategi kebijakan demi melindungi bumi dan seluruh penghuninya.
Baca juga: Tiga Konjen Australia dorong perempuan mitigasi perubahan iklim
Kawasan WHO Asia Tenggara, kata Poonam, menjadi rumah bagi lebih dari 2 miliar penduduk diperkirakan mengalami jumlah kematian tertinggi akibat perubahan iklim.
Poonam mengatakan perubahan iklim telah mempengaruhi curah hujan yang tinggi, bencana banjir, kebakaran hutan, dan kekeringan serta berdampak pada kesehatan.
Kenaikan suhu juga menyebabkan wabah penyakit menular, sengatan panas (heat stroke), trauma, dan bahkan kematian akibat panas yang ekstrem. Kegagalan panen akibat perubahan iklim mendorong malnutrisi dan kekurangan gizi.
"Polutan-polutan yang meracuni udara juga berdampak pada kesehatan kita. 90 persen orang di seluruh dunia menghirup udara tercemar, yang mengakibatkan 7 juta kematian setiap tahun termasuk 2,4 juta kematian di Kawasan Asia Tenggara," katanya.
Pandemi COVID-19 yang sedang terjadi, kata Poonam, mengungkap ketimpangan dan sulit dipertahankannya keputusan-keputusan politik, sosial, dan komersial yang ada.
Melalui Hari Kesehatan Sedunia 2022 dengan tema ‘Planet kita, kesehatan kita,’ WHO menyerukan langkah prioritas. Pertama, lindungi dan pelihara sumber kesehatan manusia dan alam. "Perbaiki kualitas udara, dukung penghijauan dan usaha tani berkelanjutan, dan perkuat sistem pangan," katanya.
Kedua, perkuat pelayanan esensial mulai dari air dan sanitasi, hingga energi bersih di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan. Sesuai dengan deklarasi Malé 2017, bangun fasilitas pelayanan kesehatan tangguh iklim yang mempromosikan praktik ramah lingkungan yang berkelanjutan.
Ketiga, pastikan transformasi energi yang cepat dan sehat. Meskipun negara-negara di Kawasan telah mencetak kemajuan yang patut dipuji menuju energi terbarukan, tetap dibutuhkan lebih banyak tindakan, yang disertai dengan penegakan ketat standar kualitas udara.
Keempat, promosikan sistem pangan yang sehat dan berkelanjutan. Penyakit yang diakibatkan kurangnya akses pangan atau konsumsi makanan dan minuman ultraproses sebagai kontributor besar penyakit-penyakit tidak menular.
Kelima, bangun kota yang sehat dan layak huni yang berkelanjutan dengan ruang hijau dan sehat untuk mendorong aktivitas fisik, dan mengurangi emisi gas rumah kaca maupun cedera lalu lintas jalan.
“Kita berada di sebuah momen penting. Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang kita ambil saat ini dapat memperburuk kerusakan pada sistem-sistem ekologi yang menyokong kesehatan dan penghidupan manusia, atau dapat mempromosikan dunia yang lebih sehat, lebih adil, dan lebih hijau," katanya.
Baca juga: Kemenkes: Tingkatkan kesehatan telinga di Hari Pendengaran Dunia 2022
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022