Padang (ANTARA News) - Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Dr Soedjatmiko, SpA(K) mengatakan, vaksin imunisasi tidak membahayakan otak bayi atau balita, bahkan sebaliknya memberikan kekebalan pada tubuh.

"Tak ada pakar atau lembaga penelitian yang menyatakan vaksin berbahaya dan dapat merusak otak," tegas penasehat ahli imunisasi itu saat menjadi pembicara pada seminar sehari "Imunisasi untuk Kesehatan Buah Hati Kita" di Auditorium Gubernuran Sumbar di Padang, Rabu.

Ia menyebutkan, setiap hari jutaan bayi dan anak di seluruh dunia diimunisasi dengan pengawasannya yang sangat ketat dari pakar kedokteran, kesehatan, farmasi, farmakologi, toksikologi, dan epidemiologi.

"Karena itu, kalau ada pendapat satu-dua orang jangan cepat dipercaya," katanya.

Ia menyebutkan, penelitian ratusan pakar kesehatan di seluruh dunia membuktikan bahwa vaksinasi dapat mengurangi sakit berat, cacat atau kematian bayi dan balita.

"Jadi, pentingnya imunisasi untuk mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi atau balita," katanya menambahkan.

Soedjatmiko mengungkapkan, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada 2001 dan Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) pada 2002-2003 menunjukkan, kematian bayi berusia 0-12 bulan mencapai 18 bayi per jam atau satu bayi tiap 3,1 menit.

Penyebab kematian bayi itu yakni masalah perinatal sebesar 34,7 persen, akibat infeksi saluran nafas (pneumonia) 27,6 persen, diare 13,7 persen, tetanus 3,4 persen, kelainan syaraf 3,2 persen serta lain-lain 17,4 persen.

Menurut dia, imunisasi lebih spesifik dan lebih signifikan dari pada ASI, perbaikan gizi, jamu dan kebersihan lingkungan.

"Sebab, dalam 2-4 minggu sudah timbul kekebalan, makanya semua negara tetap melakukan imunisasi terhadap bayi dan balita," katanya.

ASI, gizi, dan kebersihan lingkungan, tambahnya, memang mengurangi bahaya tetapi perlu waktu, biaya dan usaha lebih besar. "Jika jumlah kuman banyak dan ganas, ASI, gizi, dan jamu tidak mampu melawan penyakit," ujar dia.

Kemudian, katanya menambahkan, vaksin justru merangsang kekebalan tubuh spesifik serta melindungi bayi dan balita, karena lebih efektif melawan kuman dan racun.

Fakta ini telah dibuktikan oleh ratusan penelitian di banyak negara sejak tahun 1960-an, sehingga angka kematian bayi dan anak balita terus menurun secara signifikan, katanya.

(T.KR-SA/R014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011