Ambon (ANTARA News) - Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, menyatakan dana di perbankan umum yang tidak tersalurkan mencapai Rp152 triliun, meski dialokasikan untuk kredit. Tingginya dana alokasi kredit di perbankan yang tidak terserap disebabkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) masih "wait and see" untuk menggerakkan sektor riil pasca kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005. "Salah satu faktor karena pelaku UKM masih wait and see," kata Suryadharma, seusai memberikan bantuan ke Koperasi Mahasiswa dan koperasi lainnya di Ambon, Maluku, Kamis. Ia menambahkan faktor lain yang menyebabkan dana tersebut tidak tersalurkan karena faktor regulasi di perbankan yang sulit dipenuhi oleh pelaku UKM. Ia mencontohkan penggunaan dana surat utang pemerintah (SUP 005) untuk sektor UKM yang dialokasikan sebesar Rp2,7 triliun, namun kenyataannya 70 hingga 75 persen dalam jangka waktu dua tahun. "Faktor lain aturan perbankan itu sendiri, sehingga dana yang dialokasikan besar tetapi tidak terserap," ujarnya. Menurut Suryadharma untuk mengoptimalkan akses UKM ke perbankan, Kementrian Koperasi dan UKM menyiapkan dana penjaminan. "Jadi UKM-UKM yang mengajukan kredit ke perbankan tidak perlu memberi agunan 100 hingga 150 persen. Kementrian bisa memberi jaminan 40 persen dari kredit yang digunakan UKM," katanya. Ia yakin bahwa dana sebesar Rp152 triliun di perbankan akan menjadi perhatian dari Gubernur Bank Indonesia terhadap UKM pada 2006. "Salah satunya adanya penurunan Aktiva Terhutang Menurut Rasio (ATMR) bagi kredit untuk UKM," ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006