Dalam siaran persnya Rabu, Nurlaela juga menambahkan bahwa manfaat lain dari imunisasi yaitu dapat menurunkan angka pengobatan dan perawatan, mencegah kematian, serta kecacatan yang akan menjadi beban masyarakat seumur hidup.
Selain juga dapat meningkatkan kualitas hidup dan daya produktivitas tubuh menjadi lebih baik.
Humas Bio Farma tersebut juga menuturkan vaksin yang beredar di masyarakat telah mempunyai keamanan dengan menggunakan kualitas internasional sehingga mampu meningkatkan kekebalan yang lebih baik dan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Nurlaela menuturkan sepuluh tahun terakhir perkembangan vaksin mengalami kemajuan yang sangat pesat.
"Bio Farma telah melakukan sinergi ABC (Academic, Business, dan Government) untuk mempercepat proses produksi," ujar Nurlaela.
Nurlaela mengharapkan di masa mendatang vaksin kian aman, tahan lama, efek samping berkurang, antigen yang tepat, adjuvant yang aman, memiliki protein aktif dan menggunakan DNA rekombinan.
Imunisasi merupakan satu dari tiga pilar tindakan untuk peningkatan kesehatan masyarakat yaitu preventif atau tindakan pencegahan, Kuratif dan rehabilitatif dua pilar lainnya.
Nurlaela memaparkan imunisasi dalam kurun waktu 20 tahun telah mencapai tingkat yang memuaskan dengan mampu mengurangi kebutuhan kuratif dan rehabilitatif namun menurun dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
Dia menjelaskan penurunan itu terjadi sejak ditemukan kembali kasus Polio pada periode 2005- 2006 di daerah Cidahu, Sukabumi dan adanya kampanye anti imunisasi dari kelompok masyarakat.
"Imunisasi dianggap tidak berguna dan berbahaya, karena sekelompok masyarakat merasa takut pada efek samping yang diberikan dari pada penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi," tambah Nurlaela.
(M-SFO)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Vaksinasi Terbukti Efektif Mencegah Infeksi
Imunisasi tidak hanya penting untuk mencegah infeksi bagi bayi atau anak-anak. Pemberian vaksin juga terbukti efektif mencegah penyebaran dan penularan bakteri atau virus ke anak-anak lain dan orang dewasa di lingkungan sekitar sehingga wabah penyakit berat yang mematikan bisa dihindari. Demikian disampaikan Ketua Satuan Tugas Imunisasi Prof Sri Rezeki S Hadinegoro, dalam seminar yang diprakarsai Forum Studi Islam Senat Mahasiswa Ikatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Senin (3/8) di aula FKUI, Jakarta.
Apabila seorang anak tidak diimunisasi, anak itu tidak mempunyai kekebalan terhadap mikroorganisme ganas yang dapat menyebabkan penyakit. Akibatnya, anak itu berisiko meninggal atau cacat sebelum mencapai usia dewasa. Anak sakit akan menularkan penyakit ke anak atau orang dewasa di sekitarnya sehingga penyakit menular itu tetap berada di lingkungan masyarakat yang akan jadi ancaman dunia.
Melihat hubungan antar negara hingga antar benua saat ini begitu dekat, dengan terciptanya teknologi modern di bidang transportasi, maka penularan antar negara tidak dapat dihindarkan. Hal itu dikatakan Sri Rezeki. Untuk meningkatkan keinginan orang tua memberikan imunisasi kepada anaknya, hal itu tidak terlepas dari bagaimana memberi sosialisasi tentang imunisasi kepada masyarakat, tersedianya sarana pelayanan imunisasi yang baik dan ramah, dan cara pemberian imunisasi yang aman.
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956 dengan pemberian vaksin cacar. Kini, ada lima imunisasi yang wajib diberikan sesuai program imunisasi pemerintah, yaitu polio, BCG, hepatitis B, DPT, dan campak. Adapun jenis imunisasi yang dianjurkan untuk bayi dan balita meliputi MMR, Hib, tifoid, hepatitis A, varisela, pneumokokus.
Menurut Sri Rezeki, imunisasi memberi manfaat secara individu (untuk anak yang diimunisasi), sosial (untuk anak yang tak diimunisasi), dan menunjang sistem kesehatan nasional. Imunisasi paling ampuh dalam mencegah penularan penyakit infeksi ganas antar manusia. "Bila anak mendapat vaksinasi, 80-95 persen akan terhindar dari infeksi berat dan ganas," ujarnya. Makin banyak bayi atau anak mendapat vaksinasi, maka kian berkurang penularan penyakit, menurunkan angka kesakitan dan kematian. Kekebalan individu ini akan memutus rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yang hidup bersamanya. Hal ini akan menurunkan biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang jadi beban masyarakat seumur hidup. Sebagai contoh, anak yang menderita radang selaput otak karena infeksi kuman Haemophylus influenzae tipe b (Hib), 35-50 persen dari mereka yang hidup akan cacat, berupa tuli, penurunan kecerdasan, dan epilepsi.
"Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh," kata dr Soedjatmiko, dokter spesialis anak dari FKUI-RSCM. Dalam tubuh ada 2 komponen kekebalan, yaitu Limfosit T sebagai kekebalan selular dan Limfosit B yang menghasilkan antibodi dan mengingat antigen vaksin. Bila terjadi infeksi, Limfosit T dan Limfosit B bekerja sama. Sel pengingat merangsang pembentukan antibodi yang mengikat bakteri/virus, Limfosit T aktif menyerang bakteri atau virus itu.
Sumber: Kompas 3 Agustus 2009