Kudus (ANTARA) - Kopi Muria yang ditanam di lereng Pegunungan Muria Kudus, Jawa Tengah, memiliki cita rasa yang khas dan unik karena bibit tanaman kopinya ditanam di pegunungan Muria yang memiliki ketinggian 1.602 meter di atas permukaan laut (Mdpl).
Sekarang ini tak hanya jenis robusta, tetapi petani kopi juga bercocok tanam kopi jenis arabika.
Sekilas dilihat dari bentuk biji kopinya sama dengan yang lain, tetapi yang membedakan setelah diolah akan menghasilkan biji kopi yang hitam pekat dengan cita rasa khas.
Kopi jenis arabika contohnya, ada cita rasa asam dan pahit serta robusta dominan asam yang mengantarkannya menjadi produk andalan di Kudus.
Awalnya para petani kopi hanya menjualnya dalam bentuk "green bean" atau belum diolah, kepada para tengkulak, sehingga keuntungan yang diperoleh juga kecil karena harga jualnya murah. Setelah ada dukungan dari pemerintah untuk mendorong masyarakat mengolahnya menjadi produk kopi siap saji akhirnya bermunculan perajin kopi Muria.
Menurut salah satu perajin kopi Muria, Rohman, asal Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus, kopi muria mulai dirintis dalam bentuk produk kemasan siap saji diperkirakan tahun 2013, namun pengusaha lokal mulai banyak bermunculan menciptakan produk kopi kemasan pada tahun 2017.
"Perajin kopi Muria di Desa Colo dan sekitarnya mulai merasakan dampak promosi besar-besaran dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah serta masyarakat yang menjadi pelaku usaha serta dukungan sektor wisata," ujarnya.
Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun 2019 muncul pandemi COVID-19 sehingga banyak sektor pariwisata maupun usaha kuliner dan UMKM di Kudus turut terdampak.
Akhirnya, banyak perajin kopi yang awalnya bisa berproduksi secara kontinyu, kemudian hanya bisa mengandalkan pesanan yang datangnya tidak tentu waktu. Karena dalam sebulan pernah pula tidak ada pesanan sama sekali, sehingga dirinya terpaksa beralih profesi.
Ia mengakui tetap menerima pesanan kopi Muria, namun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya terpaksa mengandalkan dari usaha jualan mi ayam.
Selama masa pandemi COVID-19 hingga Kabupaten Kudus mengalami lonjakan kasus corona varian delta semakin memukul pelaku usaha kopi, karena pesanan benar-benar sepi yang dimungkinkan ada kekhawatiran soal penularan virus corona melalui jual beli kopi.
Keberhasilan Pemkab Kudus meningkatkan level penerapan PPKM menjadi level satu kemudian sempat menurun ke level tiga dan sekarang naik lagi menjadi level dua dengan sejumlah kelonggaran untuk sektor usaha, membuka asa bagi perajin kopi Muria.
Instruksi Bupati Kudus nomor 360/2022 tentang Implementasi Pengetatan Aktivitas Masyarakat Pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2 COVID-19 di Kabupaten Kudus, menyebutkan kelonggaran jumlah pengunjung baik untuk objek wisata maupun tempat usaha. Dari sebelumnya kapasitas pengunjung 50 persen dinaikkan menjadi 75 persen.
"Pesanan juga mulai datang, meskipun belum besar karena saya juga belum memiliki modal cukup untuk menerima pesanan dalam jumlah besar," ujarnya.
Jika sebelumnya tidak memiliki stok kopi, maka saat ini mulai menyiapkan stok hingga 3 kilogram dalam bentuk kopi kemasan untuk melayani pesanan, baik secara daring karena dipromosikan melalui jejaring pertamanan facebook, perdagangan elektronik (electronic commerce/e-commerce) maupun penjualan secara konvensional.
Perajin kopi Muria lainnya, Triyanto R. Soetardjo juga mengakui kelonggaran yang diberikan pemerintah selama PPKM mendorong adanya kenaikan permintaan kopi Muria.
Sebelumnya, dia mengaku, hanya memproduksi kopi hingga 50 kilogram untuk setiap bulan, kini bisa naik menjadi 100 kg per bulan.
Lonjakan produksi tersebut dimulai sejak awal Januari 2022, menyusul adanya kelonggaran selama PPKM, baik untuk sektor usaha maupun wisata. Mengingat penjualan cukup besar dirasakan dari salah satu tempat penjualan makanan khas di Kudus yang dilengkapi dengan destinasi wisata.
"Pengiriman kopi Muria kemasan dalam sebulan bisa mencapai dua kali, dibanding sebelumnya hanya sekali menyusul banyaknya permintaan," ujarnya.
Hal itu, tidak terlepas dari adanya pelonggaran yang memberikan keleluasaan wisatawan dari luar daerah untuk masuk ke Kota Kudus. Sedangkan sebelumnya terjadi penyekatan akses dan pemeriksaan ketat di perbatasan serta ada penutupan tempat parkir bus di Bakalan Krapyak Kudus.
Lonjakan permintaan kopi muria juga dirasakan di sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang berjualan di tepi jalan raya karena permintaan kopi muria dalam bentuk kemasan maupun cup mulai meningkat.
Baca juga: Puluhan pelaku usaha kopi Magelang ikuti kontes adu rasa
Baca juga: Usai pelatihan barista, lima pemuda Gianyar usaha warung kopi
Dukungan Pemkab
Pengusaha kopi Muria berharap menjelang penetapan status pandemi menjadi endemi, Pemkab Kudus juga memberikan dukungan kepada pengusaha kopi yang sempat terpuruk karena pandemi COVID-19. Salah satunya dengan menyelenggarakan ekspo UMKM untuk meningkatkan promosi produk kopi Muria yang sempat vakum selama dua tahun.
"Pameran UMKM menjadi ajang promosi yang sangat efektif karena calon pembeli bisa berkomunikasi langsung dengan penjual kopi dan bisa langsung bertransaksi," ujar pengusaha kopi Muria dengan merek Wilhelmina Triyanto R. Soetardjo.
Kalaupun masih terkendala anggaran, ada dukungan yang tidak membutuhkan anggaran besar, namun sangat membantu pengusaha kopi Muria, yakni membeli produk kopi Muria untuk memenuhi kebutuhan minum sehari-hari para pegawai di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD).
Masing-masing OPD bisa secara bergiliran membeli produk kopi Muria dari berbagai pengusaha yang ada di Kudus, sehingga ada pemerataan untuk mendukung usaha mereka agar tetap berkembang.
Munculnya usaha kuliner, khususnya kafe di berbagai daerah di Kudus juga perlu didorong agar usaha kopi Muria ikut merasakan dampak lonjakan investasi di Kudus.
Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan agar masing-masing kafe maupun usaha kuliner ikut mempromosikan produk kopi Muria sebagai produk khas Kudus.
Baca juga: Perum Perhutani dukung pengembangan bisnis dan sistem kopi Indonesia
Baca juga: 11 UMKM Indonesia jajal ketatnya persaingan pasar kopi di China
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022