Jakarta (ANTARA News) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto mengintruksikan jajaran Polda Metro Lampung agar memberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan kepada para saksi dan korban Talangsari Lampung. "Jaminan ini diperlukan agar saksi dan korban Talangsari yang kini kembali pulang ke rumah mereka masing-masing tidak diteror dan diintimidasi," kata Koordinator Kontras, Usman Hamid, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, para saksi dan korban menceritakan telah mendapatkan teror yang dialami saat menuju Jakarta beberapa hari lalu. "Namun untuk alasan keamanan, nama-nama mereka tak dapat kami sebutkan satu persatu," ujarnya. Usman menyebutkan aksi teror ini antara lain; para saksi dan korban Talangsari didatangi satu per satu di rumah dan di jalan, ada yang rumahnya digeledah, dan diancam akan dihabisi nyawanya. Ada juga saksi yang dikuntit sejak berangkat dari rumah mereka masing-masing di Lampung menuju Jakarta, bahkan ada yang langsung diancam agar tidak menuntut kasus Talangsari diungkap lagi bila tidak ingin kehilangan anggota keluarganya. Selain itu, tambah Usman, ada sopir pengendara bus rombongan korban diteror dan diintimidasi sehingga korban berpencar dan berjalan kaki sejauh 40 kilometer, namun karena supir ketakutan, korban pun ganti kendaraan. Selain intimidasi dan teror, aktifitas pengajian warga pun dibubarkan karena telah disusupi pihak intelijen. "Pelaku teror dan intimidasi adalah orang-orang yang tak dikenal, tetapi ada juga yang diketahui saksi sebagai aparat berpakaian sipil (intelijen). Orang-orang ini selalu datang pada saat tertentu menjelang korban dan pendampingnya menyuarakan kasus Talangsari," terangnya. Sebelumnya warga sudah melaporkan peristiwa penusukan senjata tajam terhadap salah seorang saksi kasus Talangsari pada tahun 2005 kepada Polsek Way Jepara, Lampung namun pelakunya belum ditangkap. Namun demikian, Usman mengaku berterima kasih kepada jajaran kepolisian yang memberi pengamanan pada aktivitas korban Talangsari selama di Jakarta. Kerusuhan Talangsari yang terjadi pada 7 Februari 1989 dikenal dengan GPK Warsidi dan sampai saat ini kasus yang menyebabkan 442 orang warga sipil hilang dan tidak diketahui nasibnya itu belum diungkap secara hukum. Sudah berulang kali keluarga para korban mendatangi DPR untuk mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan surat keputusan Pengadilan Ad Hoc kasus tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 43 Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang HAM. (*)
Copyright © ANTARA 2006