Jakarta (ANTARA News) - Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum terbelah dalam menyikapi konflik terkait sengketa kepengurusan Universitas Trisakti Jakarta.
Anggota Komisi III dari Fraksi Hanura, Syarifuddin Sudding, di Jakarta, Selasa mempertanyakan sikap ngotot Ketua Komisi III Benny K. Harman yang terkesan mendukung penuh keinginan pihak Yayasan Trisakti agar kepengurusan universitas itu diserahkan ke mereka.
Dalam kesimpulannya, Benny menyatakan bahwa Komisi III mendesak eksekusi putusan pemberian hak pengurusan universitas ke Yayasan agar segera dilaksanakan. Komisi III juga meminta Kepolisian untuk mengawasi pelaksanaan eksekusi.
Selain itu, Benny menyatakan Komisi III akan mengundang Ketua PN Jakarta Barat untuk mendesak dikeluarkannya putusan ulang eksekusi.
Menurut Sudding, seharusnya Komisi III memanggil terlebih dahulu pihak Rektorat Universitas Trisakti untuk mengklarifikasi permasalahan dan semua tuduhan dari pihak Yayasan. Dengan demikian, ada keberimbangan dalam prosesnya, kata Sudding.
"Lagipula, Komisi III tidak boleh mengintervensi atau menekan pengadilan untuk mengeluarkan penetapan eksekusi. Ada apa di balik kengototan Benny untuk melakukan eksekusi Trisakti?," ujarnya.
Sudding juga mempertanyakan keputusan Benny untuk tetap melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Pengurus Yayasan Trisakti walau hanya dihadiri segelintir anggota Komisi, dimana selain Benny, hanya ada lima dari total 50-an anggota Komisi III.
"Saya kira dengan kehadiran hanya lima orang anggota, itu pertanda sebagai bentuk protes anggota lain atas agenda RDP tersebut," ujar Sudding.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Himatul Alya, mengatakan bahwa keputusan yang diambil Benny dalam RDP itu tidak masuk akal, sebab putusan Mahkamah Agung tentang eksekusi para Pimpinan Universitas Trisakti "non-executable" atau tak dapat dieksekusi karena objek yang menyangkut putusan tersebut imateriil.
Dia menambahkan, dirinya akan mengusulkan pimpinan Komisi III agar mengundang pihak Rektorat Universitas Trisakti untuk mendengarkan pendapat-pendapat dari pihak lainnya.
"Dengan begitu informasi yang masuk ke Komisi III seimbang dan akan diupayakan agar Komisi III memanggil pihak-pihak lainnya, seperti para pimpinan Universitas Trisakti dan pihak-pihak lainnya," ujar Himatul.
Sementara itu anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari mengkritik pimpinan Komisi III yang sering bermanuver dan memanfaatkan posisinya demi mengadvokasi kelompok tertentu.
"Manuver-manuver itu seperti politisi membawa `clients` diterima sendiri, diadvokasi sendiri, tapi melakukannya di ruang komisi, atas nama komisi," ungkapnya.
Dalam RDP itu, Sekretaris Yayasan Trisakti Abi Jabbar, menjelaskan kronologis kasus hingga penolakan pihak Rektorat Universitas Trisakti melaksanakan putusan pengadilan dengan mengarahkan demonstrasi mahasiswa Trisakti beberapa waktu lalu.
Demonstrasi itu diduga digalang oleh pengacara Universitas Trisakti Bambang Widjojanto yang juga calon pimpinan KPK.
Pihak Yayasan meminta agar Komisi III segera memanggil hakim PN Jakarta Barat agar mereka mau mengeluarkan putusan untuk eksekusi ulangan atas putusan kasus trisakti, dan itu dipenuhi Benny.
Konflik ini bermula sejak 9 tahun lalu, saat Yayasan Trisakti tidak mengakui Thoby Mutis sebagai rektor Universitas Trisakti. Mereka menilai Thoby Mutis secara sepihak mengubah statuta universitas yang memangkas wewenang Yayasan dalam pemilihan rektor.
Selanjutnya kubu Thoby mendirikan Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti dengan Akta No 27/2002, yang ternyata tidak diakui pemerintah dan pengadilan. Thoby pun terpilih lagi kala itu. Namun, Yayasan yang tidak mengakui lalu menggugatnya.
Proses hukum terus berjalan hingga keluar kasasi yang menilai Yayasan Trisakti sebagai pihak sah untuk mengelola universitas yang berlokasi di Grogol, Jakarta Barat tersebut. Putusan tersebut sekaligus menguatkan bahwa Yayasan Trisakti adalah badan pembina pengelola badan penyelenggara dari Universitas Trisakti yang sah secara hukum.
Namun proses eksekusi terhalang setelah terjadi bentrok antara aparat dengan mahasiswa yang menghalanginya.
(T.R018)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011