Atambua, NTT (ANTARA News) - Eks pengungsi Timor Timur (Timtim) di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), harus dapat memperbaiki citra sebagai warga baru Kabupaten Belu yang taat hukum, rajin bekerja dan tidak eksklusif demi keharmonisan hidup bersama dengan warga lokal.
Pernyataan itu disampaikan tokoh eks pengungsi Timtim, Salustiano de Sousa di Atambua, Kamis, mengomentari sikap 20 tokoh yang menolak tindakan sekelompok eks pengungsi di Mota`ain, Kabupaten Belu, yang menghadang angkutan umum, memeras para penumpang dan pemilik kendaraan.
"Selama ini banyak kalangan dalam masyarakat Indonesia dan juga mancanegara yang memandang eks pengungsi sebagai kelompok masyarakat yang menutup diri dalam pergaulan dengan warga lokal, kurang taat pada hukum, kurang rajin bekerja dan hanya menunggu bantuan. Citra ini harus diperbaiki, katanya.
Dia mengatakan tindakan yang dilakukan sekelompok warga eks pengungsi dengan memerasa penumpang dan pemilik angkutan dinilai telah mencoreng citra seluruh eks pengungsi.
"Masyarakat Indonesia dan mancanegara memandang semua eks pengungsi sebagai preman, padahal tindakan seperti itu hanya dilakukan segelintir orang yang kini sedang menjalani pemeriksaan di Polres Belu," katanya.
Menurut dia, ketika tiga warga Indonesia keturunan Timtim ditembak mati Polisi Penjaga Perbatasan Timtim (BPU-PNTL) 6 Januari 2006, para tokoh eks pengungsi mengeluarkan sikap politik antara lain meminta pemerintah menutup jalur perekonomian darat yang menghubungkan wilayah NTT dengan Timor Leste.
Hanya, lanjutnya, sikap politik ini harus diserahkan kepada keputusan pemerintah. Jika pemerintah menolak, maka semua eks pengungsi harus menaatinya, bukan melakukan tindakan premanisme di pintu perbatasan.
Tindakan sekelompok eks pengungsi tersebut, tegasnya, telah mencoreng citra seluruh warga Timtim dan hal itu sangat memalukan semua penghuni kamp dan resettlement (pemukiman kembali) di wilayah ini.
"Tindakan seperti ini, setidak-tidaknya membenarkan pandangan dan pendapat banyak orang selama ini bahwa eks pengungsi Timtim di Kabupaten Belu tidak taat hukum, preman dan eksklusif," katanya.
Sebagai warga baru di Kabupaten Belu, kata dia, mereka harus malu
atas tindakan yang dilakukan sekelompok eks pengungsi tersebut.
"Hal ini harus diberantas dan berharap pihak keamanan lebih tegas lagi menindak mereka yang melakukan penghadangan sarana angkutan umum dan memeras para pelintas batas," katanya.
Apalagi, tindakan yang dilakukan sekelompok orang Indonesia keturunan Timtim itu, tidak pernah dilakukan oleh warga lokal di Belu.
Salustiano meminta semua eks pengungsi Timtim agar berperilaku baik, santun dan tetap menjalin kerjasama yang baik dengan warga lokal dan saudara-saudara yang datang dari Timtim.
Dia meminta kelompok eks pengungsi yang telah melakukan tindakan tidak terpuji di pintu Mota`ain, tidak mengulangi perbuatan mereka sekaligus menerima dengan lapang dada semua kritik konstruktif yang disampaikan sesama eks pengungsi Timtim demi kebaikan bersama. (*)
Copyright © ANTARA 2006