... saat katastropi itu terjadi, sebagai pemimpin sipil di sana, boleh dikatakan Azwar Abubakar berperan cukup sentral...
Palangka Raya (ANTARA News) - Kesehariannya sederhana. Tidak berlebihan tapi sering senyum manakala disapa dalam setiap perjumpaan dan terbuka bila berbicara. Azwar Abubakar, demikian nama lengkap lelaki kelahiran Bandaaceh pada 21 Juni 1952 itu. Dia tambah ngetop setelah dipanggil Presiden Susilo Yudhoyono untuk menjadi Menteri (baru) Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Banyak kalangan menilai sosok Abubakar yang juga politisi Partai Amanat Nasional itu memiliki pengalaman dalam birokrasi meskipun putra kelahiran Kabupaten Aceh Timur tersebut bukan seorang pegawai negeri sipil. Orang mungkin sudah lupa akan perannya sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Aceh saat tsunami terjadi di sana pada 2004-2005 dan masa-masa pemulihan.
Apakah kebetulan semata, Abubakar berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan kini menjadi Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi ?
Bayangan tentang bencana yang menewaskan sekitar 120.000 orang dalam luasan yang luar biasa itu sungguh di luar kesadaran siapapun saat itu. Bersama dengan Mayor Jenderal TNI Bambang Darmono dan para staf, mereka berdua bahu-membahu menyelamatkan segala sesuatu yang masih bisa diselamatkan. Besar juga peran kalangan sipil dan militer negara-negara sahabat saat itu.
Pada saat katastropi itu terjadi, sebagai pemimpin sipil di sana, boleh dikatakan Azwar Abubakar berperan cukup sentral. Ingat, ancaman disintegrasi dari Gerakan Aceh Merdeka masih ada saat itu dan hal ini menjadi masalah tersendiri. Pengalaman itu menjadikan Abubakar semakin matang dalam memimpin.
Perjalanan karir politik itu juga beraneka, di antaranya pernah menjabat sebagai ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Provinsi Aceh dan terpilih menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Aceh I pada pemilu 2009.
Setelah dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama sejumlah calon Menteri lainnya, komentar tentang kepercayaan yang diberikan itu mendapat sambutan baik dari para koleganya, di antaranya dari Sekretaris DPW PAN Aceh, Tarmidinsyah Abubakar.
"Beliau tidak baru dalam sistem birokrasi pascareformasi. Sebagai pimpinan PAN di Aceh kita berharap beliau dapat bekerja keras dan senantiasa amanah dalam mengemban tugasnya sehingga dapat berkontribusi dalam mencitrakan PAN dan rakyat Aceh di mata rakyat Indonesia," kata Tarmidinsyah.
Kini bicara soal harta kekayaan Abubakar. Jaman sekarang memang harus terbuka, apalagi tentang harta kekayaan pejabat publik. Untuk ukuran pejabat publik dengan pengalaman panjang, dia ternyata cukup miskin. Dalam laporan tentang harta kekayaannya, terhitung hingga 11 Februari 2011, Abubakar cuma punya kekayaan senilai Rp1,238 miliar.
Ini berupa harta tidak bergerak yang berbentuk tanah dan bangunan senilai Rp241.470.000, harta bergerak berbentuk alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp300 juta dan harta bergerak lainnya senilai Rp98.100.000.
Azwar tercatat tidak memiliki surat berharga. Dia hanya memiliki giro dan setara kas senilai Rp 607.064.102 juta. Total semua harta kekayaan Azwar ini sebenarnya mencapai Rp 1.246.634.102. Namun Azwar harus rela hartanya terpotong untuk membayar hutang senilai Rp8.377.188.
Jumlah harta kekayaan Azwar ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan calon menteri lainnya. Gita Wirjawan misalnya. Calon menteri perdagangan ini memiliki kekayaan ratusan kali lebih besar dari Azwar, yakni Rp397,6 miliar.
Azwar Abubakar bisa jadi miskin harta, tapi kaya pengalaman. Kekayaan yang dimiliki tidak banyak orang itu diharapkan dapat membangkitkan semangat anak bangsa di birokrasi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengabaikan kepercayaan rakyat. Waktu dan berbagai masalah di kabinet nanti yang akan membuktikan semuanya. (S019)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011