Target saya umur 12 tahun sudah menyandang WGM dan saya yakin bisa meraihnya"

Jakarta (ANTARA News) - Gadis berusia sebelas tahun tahun itu beranjak dari kursinya, lalu berdiri di belakang lawan mainnya. Dengan tenang dia mengamati permainan lawannya sampai si lawan dibuat grogi oleh tingkahnya itu.

Kehadirannya mengundang perhatian penonton Turnamen Catur Internasional Indonesia Open (IOCC) 2011 yang berlangsung sejak 13 Oktober lalu.

Si gadis belia itu adalah peserta termuda turnamen. Namu di umur semuda itu sudah menyandang gelar Woman International Master (WIM).

Namanya Zhansaya Abdumalik. Dia berasal dari Kazakhstan. Layaknya abg di mana pun, dadannya kasual, bersepatu kets, sementara rambut nya dikepang. Tapi, dia terus berpikir, senyuman kadang dia lempar kepada penonton antusias mengikuti permainannya.

Mengikuti IOCC dengan wild card, dia langsung membuat kejutan di hari pertama OCC, Kamis (13/10). Kejutan itu adalah menumbangkan pecatur China yang lebih senior, Grand Master (WGM) berelo-rating 2335, Gu Xiaobing.

Zhansaya begitu spesial. Masih sangat belia, tapi tiga gelar juara dunia antarpelajar telah disandangnya. Pertama, pada turnamen remaja tingkat Asia 2008 di Iran. Di tahun yang sama, dia mengantongi juara turnamen catur dunia 2008 di Vietnam.

Dua tahun kemudian, Zhansaya membawa pulang medali emas dari turnamen antarpelajar dunia di Turki.

Pada Mei 2011, lagi-lagi dia meraih emas antarpelajar dunia di Polandia, pada kategori U-11. Tahun ini juga, dia dikalungi medali emas turnamen catur kelompok umur perorangan tingkat ASEAN di Indonesia, kategori U-20. Dari turnamen itulah, gelar WIM diraihnya, dan peringkatnya pun melesat.

Zhansaya menggeser pecatur asal Mesir, Mona Khaled, yang meraih WIM termuda di usia 11 tahun tujuh bulan. Zhansaya menggondol gelar yang sama pada usia yang lebih muda dua bulan dari Khaled.

"Saya semakin dekat untuk meraih gelar grand master. Target saya umur 12 tahun sudah menyandang WGM dan saya yakin bisa meraihnya," katanya kepada ANTARA.

Jika ambisinya itu terwujud, maka Zhansaya bisa mencetak rekor dunia dan masuk Guiness Book sebagai penyadang gelar Grand Master Wanita termuda di dunia.

Tak berhenti di situ. Zhansaya juga memimpikan memenangkan turnamen paling bergengsi, World Champion Women, saat usianya menginjak 13 tahun.

Itu berarti, dia berkesempatan lagi untuk memecahkan rekor dunia, yang selama ini dipegang pecatur asal China, Hou Yifan, yang memenangi turnamen itu di usia 16.

Berbakat

Dia lahir di Kazakhstan pada 12 Januari 2000 dengan nama lengkap Zhansaya Abdumalik.

Abdumalik adalah nama belakang kakeknya yang adalah seorang profesor ilmu kimia. Pada malam kelahiran Zhansaya, sang kakek bermimpi Zhansaya akan menjadi anak populer jika disertai nama belakangnya, Abdumalik.

"Di negara kami, itu merupakan hal yang langka menggunakan nama belakang dari kakeknya. Karena desakan kakeknya, kami pun menyertai nama belakangnya," kata ibunda Zhansaya, Alma.

Mimpi sang kakek menjadi kenyataan. Di Kazakhstan, Zhansaya menjadi populer, bahkan menginspirasi anak-anak perempuan di negeri itu untuk mengikuti jejaknya menjadi pecatur profesional.

"Sebelum Zhansaya, pecatur wanita di negara kami sangat sedikit dan itu sedikit aneh. Wanita menjadi pecatur? wow jarang sekali," ujar Alma.

Zhansaya adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan perempuan satu-satunya. Penyuka film Harry Potter itu mulai bermain catur saat usianya menginjak enam. Dia bergabung di klub kecil di kota tempatnya tinggal.

"Awalnya, Zhansaya kecil hanya ikut saya mengantar kakak tertuanya latihan catur. Ia ikut bermain bersama anak-anak di sana. Namun, pelatih di sana mengatakan ia memiliki bakat besar untuk menjadi pecatur. Saat itu kami belum yakin," kenang Alma.

Alma lalui memasukkan putrinya itu ke klub catur hingga kemudian berprestasi hebat. Zhansaya yang hobi renang itu mendapat beasiswa sekolah catur di ASEAN Chess Academy, Singapura, sejak Februari lalu. Dia harus menjalani "home-schooling" untuk sekolah akademisnya di Kazakhstan.

"Setiap tiga bulan ia pulang ke Kazakhstan untuk ujian sekolah. Ini memang berat untuk dia dan saya karena harus jauh dari keluarga. Namun ini adalah risiko yang harus kami lewati demi kesuksesan Zhansaya," katanya.

Hal lain yang membanggakan Alma adalah putrinya yang pemalu itu mendapat beasiswa dari British Technical University.

"Kapan pun setelah ia menyelesaikan sekolahnya, ia bisa kuliah di sana secara gratis dan bebas memilih jurusan apa saja," ujar Alma dengan mata berbinar-binar.(*)

SDP-06

Oleh Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011