"Saya berpendirian bahwa di negara demokrasi manapun juga, pilarnya adalah partai. Cuma sekarang ini banyak tokoh-tokoh atau kader partai yang `memble` kemudian tidak bisa memisahkan antara kepentingan bangsa dan kepentingan partai," katanya.
Dalam hal ini, dia mencontohkan tokoh-tokoh partai di sejumlah negara maju yang berpendapat bahwa pengabdian mereka pada partai berakhir setelah mereka mulai mengabdikan diri kepada bangsa.
Menurut dia, etika yang mendasar tersebut tidak terjadi di negara ini.
"Setelah jadi menteri, presiden, atau gubernur, masih memikirkan partainya sendiri. Oleh karena itu, jika ketentuan moral yang baik ini (pandangan tokoh partai di sejumlah negara maju, red.) dijalankan, sebetulnya sangat bagus," katanya.
Disinggung mengenai "reshuffle" kabinet dan keberadaan posisi wakil menteri, dia mengatakan, hal itu justru akan menambah birokrasi dan dapat mengurangi efektivitas kinerja.
"Jadi saya tidak tahu mengapa? Reshuffle itu sesungguhnya mengganti menteri yang performanya kurang menjadi menteri yang lebih bagus, tapi kemudian kok menambah wakil menteri yang sangat banyak sehingga tambun atau gemuknya birokrasi tidak bisa dihindarkan," katanya.
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011