Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan (Dephan) Marsekal Muda Pieter Wattimena mengatakan RI, dalam hal ini TNI Angkatan Laut (AL), tetap melanjutkan kerja sama pembuatan kapal Korvet jenis Sigma Class dengan Belanda. "Kontrak kerja sama itu telah di tandatangani kedua pihak pada akhir Januari 2006, dan akan segera dilaksanakan," katanya, usai menghadiri upacara serah terima jabatan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) di Jakarta, Rabu. Sesuai Renstra TNI AL 2003-2013 TNI AL akan membeli empat kapal Korvet jenis Sigma Class dari negeri Kincir Angin. Pembelian empat kapal itu, dilakukan dalam dua tahap. Dua kapal pada tahap pertama dibuat di Belanda sedangkan dua sisanya dilakukan oleh PT PAL dengan sebelumnya mengirim para teknisi TNI AL untuk mempelajari teknologi kapal Korvet. Namun, pembelian empat kapal Korvet itu menuai protes politik di Belanda, dan dikhawatirkan berujung pada kemungkinan embargo. Selain itu, Belanda pada awalnya tidak melengkapi Korvet yang ditawarkan dengan persenjataan yang diinginkan TNI AL seperti peluru kendali dan alat sensor. Terkait itu, TNI AL melirik Rusia untuk melanjutkan program pengadaan Korvet tahap II. Dengan harga yang relatif sama, Rusia menawarkan Korvet Stereguschyy lengkap dengan persenjataan yang sesuai dengan kebutuhan TNI AL yakni rudal Yakhont dan Kasthan-M AD, torpedo 6 Mevedka-VE, meriam 100 mm dan Helikopter Ka 32 Helix. Namun, karena kerjasama pengadaan Korvet dari Belanda dilakukan lebih dulu sesuai program Renstra TNI AL 2003-2013 maka pemerintah RI memutuskan untuk melanjutkan pengadaan Korvet Sigma buatan Belanda untuk tahap II. "Semua yang berkenaan pengadaan Korvet dari Belanda telah final tinggal realisasinya," ujar Pieter menambahkan. Pembelian empat Korvet Belanda itu dilakukan melalu Kredit Ekspor (KE) tahun 2005-2009 senilai 1,9 miliar dolar AS. Dana sebesar itu antara lain dialokasikan untuk membeli dua Korvet pada tahap pertama Sigma Class I senilai 212 juta dolar AS dan Sigma Class II sebesar 339 juta dolar AS. Pada kesempatan yang sama, Pieter menegaskan, penambahan enam pesawat tempur Sukhoi masih sangat bergantung pada kemampuan anggaran negara. "Kita inginnya segera dapat melengkapi empat Sukhoi yang ada menjadi satu skuadron. Tapi tetap kita harus lihat kemampuan keuangan negara," ujarnya. Sebelumnya Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya Herman Prayitno mengatakan, pihaknya telah menganggarkan 330 juta dolar AS untuk pengadaan enam pesawat tempur Sukhoi 27SK dan 30 MK. Enam pesawat tempur buatan Rusia itu untuk melengkapi empat pesawat sejenis yang telah ada dan bermarkas di Skuadron 11 Makassar menggantikan A-4 Skyhawk. "Semua akan dikaji secermat mungkin. Jadi pengadaan alutsista termasuk Sukhoi, juga dapat dilakukan sefisien dan seefektif mungkin, serta akuntabel," tutur Pieter.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006