"KPK itu dibentuk karena lembaga hukum yang ada masih belum terbebas dari jerat korupsi, dan apabila dibubarkan dalam kondisi sekarang yang masih carut marut lembaga hukumnya, artinya bangsa ini belum bisa diperbaiki," kata dia, di Bandarlampung, Sabtu.
Menurut dia, wacana pembubaran KPK muncul saat lembaga tersebut akan mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan beberapa anggota badan anggaran DPR, dan apabila hal tersebut tetap digulirkan bisa diartikan sebagai pengingkaran terhadap amanat rakyat dan konstitusi.
"Sekarang ini bukan masanya tertib hukum, bukan saatnya `koboi-koboian` lagi," kata dia.
Menurut dia, upaya "mengkerdilkan" KPK telah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir, salah satunya dengan mencabut kewenangan penyadapan yang dilakukan lembaga tersebut.
Padahal, dia melanjutkan, penyadapan selama ini terbukti efektif dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara.
"KPK bisa dibubarkan, dengan catatan kita sudah memiliki lembaga hukum yang bersih, kredibel, transparan, dan hal itu hanya bisa terwujud apabila ada remunerasi," kata dia.
Menurut Bibit, untuk mewujudkan lembaga hukum yang bersih, pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan aparat penegak hukum, dengan besaran yang sesuai dengan kondisi saat ini.
"Paling tidak setara dengan penyidik KPK," kata dia.
Bibit menjelaskan, selisih gaji antara penyidik polisi dan jaksa yang bernaung di bawah lembaga KPK dengan di bawah lembaga kejaksaan dan kepolisian, terpaut sangat jauh.
"Selisihnya bisa mencapai tujuh digit," kata dia.
Menurut dia, selama masalah remunerasi ini belum ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah, harapan untuk mewujudkan lembaga hukum yang bersih masih sangat sulit diwujudkan, karena salah satu faktor pendukung tumbuh suburnya korupsi adalah kesejahteraan.
"Faktor utama adalah kesejahteraan, faktor lain adalah sistem yang memberi pemakluman terhadap hal tersebut," kata dia.
"Korupsi banyak terjadi di tempat uang beredar seperti kantor pajak, bea cukai, tempat perizinan," kata dia.
(ANT)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011