Surabaya (ANTARA News) - Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengusut dugaan korupsi anggaran dari hasil cukai tembakau senilai Rp2 miliar di lingkungan Pemkot Surabaya.
"Ya, kita masih melakukan penyelidikan cukai tembakau di Surabaya," kata Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Jatim I Ketut Suadiartha di Surabaya, Jumat, tanpa merinci dana cukai tembakau yang dimaksud.
Informasi dari sumber lain menyebutkan penyelewengan anggaran itu diduga terkait dengan pengadaan tempat khusus merokok yang tersebar di beberapa tempat di instansi Pemkot Surabaya.
Pembangunan tempat merokok yang dipersoalkan di antaranya di Gedung DPRD Surabaya, Balai Kota Surabaya, gedung Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko), Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, dan sejumlah tempat lainnya.
Anggaran untuk membangun tempat merokok itu mencapai Rp100 juta per unit, sedangkan jumlah unit tempat merokok di masing-masing instansi bervariasi, ada yang hanya satu unit, dua unit, dan ada pula yang sampai enam unit seperti di gedung DPRD Surabaya senilai Rp2 miliar.
Secara terpisah, Kajati Jatim Palty Simanjuntak mengaku tidak tahu menahu tentang pengusutan kasus tersebut.
"Saya belum tahu itu (kasus), saya belum dilapori kalau ada penyelidikan itu. Nanti saja ya," katanya.
Gratifikasi DPRD Surabaya
Terkait kasus gratifikasi senilai Rp270 juta di DPRD Kota Surabaya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya hingga kini belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) itu, meski putusan itu sudah diputus pada sembilan bulan lalu.
"Sampai saat ini, kita masih belum menerima salinan putusan MA yang dikabarkan sudah ada itu. Untuk itu, kita tunggu saja nanti, apakah memang benar ada atau tidak," kata Humas PN Surabaya, Agus Pambudi.
Dalam persidangan pada 4 November 2009, PN Surabaya membebaskan empat pejabat yang terlibat, yakni Musyafak Ro`uf (Ketua DPRD Surabaya), Sukamto Hadi (Sekkota), Muchlas Udin (Asisten II Bidang Administrasi Pembangunan), dan Purwito (Kepala Bapeko Pemkot Surabaya saat itu).
Namun, putusan PN Surabaya No. 1031/Pid.B/2009/PT.SBY tertanggal 4 November 2009 itu "dibalik" oleh putusan MA RI Nomor 1461 K/Pid.Sus/2010 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim HM Imron Anwari SH Sp.N MH pada 26 Januari 2011.
Dalam putusannya, MA mengabulkan permohonan Kasasi dari Jaksa atau penuntut umum Kejaksaan Negeri Surabaya dan menjatuhkan dakwaan kepada Musyafak Ro`uf dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan denda Rp50 juta.
Pertimbangan MA antara lain Pasal 10 Peraturan PP 24/2004 menegaskan bahwa ketua DPRD dan anggota tidak dibenarkan untuk menerima penghasilan selain yang ditetapkan dalam PP itu.
Tentang penafsiran bahwa DPRD termasuk lembaga yang berhak menerima biaya pungutan pajak daerah, MA menilai pemungutan pajak bukanlah domain legislatif, namun domain eksekutif, apalagi, terdakwalah yang dianggap mempunyai ide, usul, dan inisiatif meminta kepada wali kota saat itu.
Pertimbangan itu menyebabkan putusan MA itu hanya didakwakan kepada Musyafak Ro`uf, sedangkan tiga pejabat Pemkot Surabaya lainnya yang dianggap turut serta dalam kasus itu tidak terjerat, sehingga pakar hukum I Wayan Titib Sulaksana dari Unair Surabaya berjanji akan mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk ikut turun tangan dalam putusan kasus itu. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011