"Kami tidak tahu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembelian oleh PIP tapi kami semua yakin sudah sesuai aturan," kata Kepala PIP, Soritaon Siregar di Bogor, Jumat malam.
Ia menyebutkan, berbagai kajian yang telah dilakukan sejumlah pihak, tidak yang menyatakan PIP tidak boleh membeli saham divestasi Newmont.
"Kami ingin menyelesaikan pembelian Newmont bisa sah tanpa ribut-ribut," katanya.
Menurut dia, jika pemerintah memiliki saham di perusahaan tambang itu maka pemerintah bisa memastikan pembayaran pajak oleh perusahaan itu, mengecek hasil tambang, memastikan kewajiban sosial perusahaan berjalan, dan memaksimalkan dampak positif perusahaan.
"Kita diberi hak satu komisaris di Newmont yang oleh Menteri Keuangan nantinya ditugasi melakukan pengawasan," kata Soritaon.
BPK tengah menyelesaikan audit atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pembelian saham Newmont. PDTT tersebut merupakan permintaan dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk memeriksa alasan di balik keputusan Kementerian Keuangan membeli jatah saham divestasi dari perusahaan tambang tembaga dan emas tersebut.
Sebelumnya, kepastian pembelian saham divestasi Newmont diperoleh setelah dilakukan penandatangan perjanjian jual beli saham divestasi antara pemerintah yang diwakili PIP dengan pihak Newmont. Penandatanganan perjanjian jual- beli dilakukan pada 6 Mei 2011.
Dalam transaksi tersebut, pemerintah Indonesia membeli saham divestasi 2010 tersebut dengan nilai 246,8 juta dolar AS. Harga tersebut lebih rendah dari penawaran yang semula diajukan Newmont sebesar 271 juta dolar AS.
Sebelumnya Menkeu Agus Martowardojo juga menyatakan bahwa pembelian saham divestasi Newmont oleh PIP telah sesuai dengan landasan hukum yang ada.
Menurut Menkeu, pemerintah ingin ikut memastikan bahwa pemegang saham nasional dapat lebih berperan serta dalam mengamankan kepentingan negara/nasional dalam sektor industri ekstraktif melalui pemilikan saham itu.
Dengan demikian pemerintah dapat mengawasi kinerja perusahaan dengan mendukung dan memastikan kepatuhan perusahaan dalam pembayaran pajak, royalti, kewajiban sosial, termasuk bina lingkungan sehingga "multiflier effect" industri dapat lebih dirasakan masyarakat sekitar. (A039/A026)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011