Madrid (ANTARA News) - Spanyol menyatakan, Jumat, mereka akan meminta Kuba mengekstradisi seorang tersangka anggota kelompok separatis Basque ETA yang diperkirakan mengupayakan pelatihan bom dari kelompok pemberontak Kolombia FARC.
Pihak berwenang Venezuela menangkap Jose Ignacio Echarte dan dua tersangka lain ETA pada Agustus setelah kapal mereka terdampar di pulau Venezuela Los Roques, sebelah selatan Kuba, lapor AFP.
Mereka kemudian menyerahkan pria itu kepada aparat keamanan Kuba.
Permohonan ekstradisi itu didasari pada informasi yag ditemukan di arsip komputer yang disita dari tiga pemimpin ETA di Paris pada 1999 yang menunjukkan bahwa Echarte telah meminta izin untuk bekerja dengan peledak, kata Kementerian Kehakiman Spanyol dalam sebuah pernyataan.
"Echarte meminta izin untuk mengambil bagian, bersama sejumlah anggota FARC, dalam peluncuran granat dan mortir di hutan Kolombia-Venezuela," kata kementerian itu.
Hakim Pengadilan Nasional Spanyol Eloy Velasco, yang menyelidiki kemungkinan hubungan antara ETA dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Echarte dan meminta ekstradisi tersangka tersebut dari Kuba.
FARC adalah kelompok gerilya kiri terbesar dan tertua di Kolombia yang memiliki sekitar 8.000 anggota.
Spanyol dan Prancis bekerja erat untuk menumpas ETA, yang bertanggung jawab atas kematian ratusan orang dalam perang gerilya 41 tahun mereka untuk mendirikan negara merdeka Basque di wilayah-wilayah Spanyol utara dan Prancis baratdaya.
ETA, yang beberapa waktu lalu memperingati setengah abad kelahiran mereka, dibentuk pada 31 Juli 1959 oleh sebuah kelompok nasionalis mahasiswa sayap kiri yang menentang kediktatoran sayap kanan Jendral Francisco Franco, yang menindas bahasa Basque.
Pasukan keamanan memperkirakan bahwa kelompok separatis itu, yang melemah akibat penangkapan para pemimpin tinggi mereka dan telah lama relatif tidak aktif, berusaha melakukan unjuk kekuatan untuk membuktikan bahwa mereka masih bisa melancarkan serangan terhadap pemerintah Spanyol dan menjaga semangat para pendukungnya.
Meski sebagian besar penduduk Basque tampaknya mendukung kemerdekaan bagi wilayah pegunungan itu, yang sudah memiliki otonomi besar, dukungan bagi kekerasan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini.
Serangan fatal yang dituduhkan pada ETA terjadi pada Juni 2009, ketika sebuah bom mobil menewaskan seorang polisi anti-teroris di kota Bilbao, Basque.
ETA dituduh bertanggung jawab atas kematian lebih dari 850 orang dalam operasi kekerasan mereka selama puluhan tahun untuk kemerdekaan Basque.
Para analis mengatakan, ETA kehilangan dukungan bagi perjuangan mereka melalui kekerasan, namun pengumpulan pendapat umum menunjukkan mayoritas penduduk Basque mungkin masih menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari Spanyol.
Pada April 2010, polisi menangkap tersangka komandan utama ETA Jurdan Martitegi, sehingga jumlah komandan mereka yang ditangkap menjadi empat orang dalam waktu kurang dari setahun. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011