Jakarta (ANTARA) - Kecepatan analisis data dan skrining yang komprehensif dibutuhkan untuk penentuan diagnosa penyakit, penyiapan langkah intervensi kesehatan yang cepat dan tepat berbasis sains dan peningkatan surveilans, terutama menghadapi pandemi COVID-19 atau kemungkinan pandemi lain di masa depan.
Surveilans tersebut hendaknya didukung satu sistem terpadu dengan kelengkapan data global yang akuntabel dan menyeluruh serta selalu diperbarui berdasarkan hasil riset, inovasi dan invensi dari berbagai belahan dunia.
Sistem terintegrasi dalam satu platform global itu akan memungkinkan kolaborasi dan memudahkan analisa dunia kesehatan dalam penentuan diagnosa penyakit, pelacakan, penelusuran dan pengendalian penyakit, hingga penemuan kandidat obat baru.
Dalam mewujudkan satu platform global itu, dibutuhkan peran Teknologi 4.0, seperti kecerdasan artifisial (artificial intelligence), big data, dan internet of things (IoT).
Tentunya G20 dengan Presidensi Indonesia dapat mengambil peran dalam mendorong terwujudnya satu sistem surveilans pandemi masa depan berbasis Teknologi 4.0. Hal itu sejalan dengan upaya untuk membangun arsitektur kesehatan global, sebagai salah satu isu prioritas yang ditonjolkan dalam Presidensi G20 Indonesia.
Peningkatan peran Teknologi 4.0 dalam sistem surveilans dunia juga akan mendukung terciptanya sistem ketahanan kesehatan global yang lebih tangguh.
Dengan hasil analisa berbasis artificial intelligence (AI) yang didukung dengan ketersediaan data yang banyak dan mewakili kondisi sebenarnya dari berbagai belahan dunia, maka kemampuan prediksi, analisa dan diagnosa semakin cepat dan kuat, sehingga diharapkan menjadi masukan positif untuk pengambilan keputusan segera dalam membuat upaya antisipatif dan strategis untuk intervensi kesehatan dan pengendalian penyakit.
G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis karena mewakili setidaknya 85 persen perekonomian dunia, 79 persen perdagangan global, investasi global 80 persen dan sekitar 65 persen penduduk dunia.
Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris serta umpan-balik (feedback).
Surveilans kesehatan diperlukan untuk menjamin tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam manajemen kesehatan. Salah satu prioritas surveilans penyakit yang perlu dikembangkan adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Menurut Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (Korika) Hammam Riza, teknologi ABCD (artificial intelligence, blockchain, cloud, data science) dan IoT merupakan Teknologi 4.0 yang akan menjadi teknologi kunci di masa depan.
Seluruh teknologi yang sering disebut emerging technologies tersebut akan digunakan pada surveilans pandemi yang sepenuhnya memanfaatkan fitur dari masing-masing teknologi dan hasil integrasinya.
Surveilans akan berjalan lintas negara, regional dan global, sehingga seluruh masyarakat dunia akan berada dalam satu solusi surveilans yang dilengkapi robot AI untuk membantu setiap orang.
Pengembangan pemanfaatan kecerdasan artifisial sangat penting untuk mempelajari data genetika, mendeteksi kemungkinan penyakit yang akan timbul, mempelajari perilaku risiko kesehatan dari setiap pribadi. Semua itu memberikan wawasan yang mendalam, baik bagi tenaga kesehatan dan pribadi yang terkait.
Kemudian dalam pengobatan personal, kecerdasan artifisial menyesuaikan farmakogenetika yang digunakan. Untuk meningkatkan partisipasi, maka informasi dan wawasan kepada pribadi yang terkait disajikan sesuai tingkat pemahaman yang sudah dipelajari kecerdasan artifisial.
Ketersediaan data
Salah satu faktor penting untuk memungkinkan implementasi kecerdasan artifisial pada surveilans pandemi atau bidang kesehatan adalah terkait ketersediaan data kesehatan, termasuk data genom virus dan mikroorganisme lain, salah satunya virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dan kerabatnya, dan data penanganan penyakit.
Hammam Riza yang merupakan perekayasa ahli utama pada Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu mengatakan data tersebut semestinya terintegrasi dan terhubung ke dalam satu platform global, sehingga mudah diakses oleh para peneliti atau pengembang kecerdasan artifisial.
Ketersediaan data yang banyak dan mewakili keadaan sebenarnya menjadi suatu keharusan untuk dapat menciptakan sistem terpadu dan komprehensif berbasis AI dan big data untuk surveilans pandemi masa depan. Dengan banyaknya data latih, maka aplikasi kecerdasan artifisial akan semakin baik.
Oleh karenanya, ketersediaan himpunan data (data set) harus dipastikan bersifat terbuka dan berbagi pakai dari berbagai institusi atau lembaga atau pihak yang memiliki data tersebut di berbagai penjuru dunia sehingga pengembangan satu platform surveilans pandemi berbasis AI dapat diwujudkan.
Untuk menjaga keamanan data, diperlukan teknologi blockchain, sehingga data tidak disalahgunakan dan hanya dimanfaatkan untuk tujuan surveilans kesehatan masyarakat dunia.
Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, AI, big data dan IoT berpotensi membantu menganalisa data yang jumlahnya sangat banyak secara cepat dan lebih akurat, apapun objeknya.
Tetapi, basis kemampuan tersebut tergantung pada ketersediaan data, yang mana data yang banyak dan multidimensi substansinya menjadi big data. Oleh karenanya, yang terpenting adalah harus mampu secara konsisten dan sistematis merekam, menyimpan dan menata beragam data yang dihasilkan dari setiap proses yang ada.
Dalam konteks kesehatan, kuncinya berada di ketersediaan data pasien sejak dari fasilitas kesehatan tingkat I, data demografi penduduk serta beragam data koleksi sumber masalah kesehatan dari berbagai belahan dunia.
"Ini yang menjadi tantangan kita semua untuk mampu bersama-sama bersinergi menjadi sumber data sekaligus memastikan interkoneksinya," ujar Handoko.
BRIN sejak awal sudah siap dengan data dan infrastruktur terkait koleksi sumber daya, termasuk hayati dan genetik, yang bisa menjadi sumber data primer dari keseluruhan sistem.
BRIN juga berkomitmen menyediakan infrastruktur big data di Puspiptek Serpong di Tangerang Selatan, Banten, dan Cibinong Science Center di Bogor, Jawa Barat, untuk dapat dipakai bersama dengan Kementerian Kesehatan.
Dari pandangan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Sumantri Brodjonegoro, surveilans pandemi di masa depan akan lebih efektif dengan menggunakan AI, big data, dan IoT. Namun, itu akan berjalan jika tersedia big data yang lengkap, komprehensif dan dapat diandalkan.
Seluruh data ilmiah dan fakta harus dimasukkan ke dalam sistem tersebut. Selain memastikan big data tersedia dengan baik, juga penting untuk mengembangkan platform AI yang mampu merespons berbagai aplikasi.
"Sistem dan peran teknologi 4.0 sangat penting karena masa depan yang semakin kompleks dan tidak menentu," tutur Satryo.
Berbagi hasil penelitian tentang data genom virus, sumber masalah kesehatan, diagnosa penyakit hingga langkah pencegahan, persiapan dan respons dalam krisis kesehatan, perlu dilakukan untuk menopang surveilans pandemi yang mumpuni.
Dengan kolaborasi, kerja sama, sinergi dan komitmen bersama dari berbagai pihak lintas negara untuk berbagi data dan berkolaborasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, niscaya terbentuk satu sistem surveilans pandemi global yang dapat diandalkan.
Kini saatnya, semua pihak dan negara dapat saling membantu mewujudkan surveilans pandemi masa depan sehingga mampu lebih tangguh dan siap menghadapi kemungkinan munculnya penyakit menular yang berpotensi menjadi pandemi di masa kini dan masa akan datang.
Untuk itu, Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat menginisiasi dan mengajak negara-negara di dunia untuk berkolaborasi membentuk satu platform global berbasis AI untuk mendukung surveilans pandemi masa depan demi kehidupan masyarakat global yang lebih sehat dan tangguh.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022