Tunis (ANTARA) - Partai oposisi utama Tunisia Ennahda menolak langkah Presiden Kais Saied untuk membubarkan parlemen dan akan memboikot setiap referendum yang dia serukan untuk merestrukturisasi sistem politik secara sepihak, kata pemimpinnya.

Rached Ghannouchi, yang juga ketua parlemen, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Ennahda hanya akan mengambil bagian dalam referendum jika Saied mengadakan konsultasi nasional tentang reformasi politiknya.

Ghannouchi menuduh Saied melakukan kudeta musim panas lalu ketika dia menangguhkan parlemen, mengesampingkan konstitusi demokratis 2014 dan bergerak untuk memerintah melalui dekrit.

"Kami yakin rakyat Tunisia tidak akan menerima aturan individual dan tidak akan menerima alternatif demokrasi," kata Ghannouchi kepada Reuters di markas Ennahda di Tunis.

Krisis itu meningkat pada Rabu ketika Saied membubarkan parlemen setelah parlemen mengadakan sidang daring yang bertentangan dengan "langkah-langkah luar biasa" yang Saied umumkan tahun lalu.

Setidaknya 20 anggota parlemen yang ambil bagian dalam sidang tersebut, termasuk dari Ennahda, telah dipanggil untuk diperiksa oleh unit anti terorisme, kata Ghannouchi.

"Langkah untuk membubarkan parlemen memperdalam krisis politik dan menimbulkan ancaman yang lebih besar terhadap situasi ekonomi dan akan menghancurkan institusi," kata Ghannouchi, seraya menyebut janji Saied tentang referendum konstitusi baru sebagai "sandiwara".

"Kami tidak akan berpartisipasi dalam pertunjukan teater tanpa muatan demokratis dan kami berharap banyak pihak (lain) juga memboikotnya," kata Ghannouchi.

Saied mengatakan dia akan mengadakan referendum pada Juli diikuti oleh pemilihan parlemen pada Desember, tapi dia tidak melibatkan kelompok politik atau masyarakat sipil lainnya dalam merancang konstitusi baru atau mengatakan apa isi rancangan itu.

Ghannouchi mengulangi seruan agar Saied mengadakan "dialog nasional", sesuatu yang juga dituntut oleh tokoh-tokoh penting lainnya tapi belum ditanggapi oleh presiden.

Ghannouchi mengatakan bahwa meskipun dia menolak pembubaran parlemen Saied, pembubaran itu berarti presiden harus mengadakan pemilihan baru dalam waktu tiga bulan alih-alih menunggu sampai setelah dia memberlakukan konstitusi baru.

Ennahda adalah partai terbesar di Tunisia dengan organisasi nasional terbesar, meskipun popularitasnya telah berkurang selama dekade terakhir karena partai itu mengambil bagian dalam pemerintahan koalisi berturut-turut yang gagal memberikan keuntungan ekonomi.

"Kami akan berkoordinasi dengan oposisi untuk menanggapi secara kolektif langkah presiden untuk memulihkan demokrasi ... Ennahda masih besar dan dapat mengumpulkan orang-orang di jalan-jalan," kata Ghannouchi.

Sumber: Reuters
Baca juga: Parlemen Tunisia akan menentang presiden dengan sidang paripurna
Baca juga: Ketua DPR Tunisia: Parlemen yang ditangguhkan pasti berfungsi kembali
Baca juga: Presiden Tunisia perkuat cengkeraman atas peradilan

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022