Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen berkisar 0,4 persen sepanjang sisa tahun 2022.
Karena itu, ia memperkirakan inflasi 2022 akan tetap terjaga sesuai dengan perkiraan pemerintah sebesar 2 sampai 4 persen year on year.
"Kalau kita evaluasi kenaikan PPN sendiri, mudah-mudahan dampaknya tidak signifikan kalau berdasarkan hitungan kita, masih di dalam rentang sesuai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Yon dalam jumpa pers daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Menurutnya selain kenaikan PPN, inflasi di 2022 juga dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas dunia akibat gejolak geopolitik.
Sumbangan kenaikan tarif PPN terhadap inflasi diperkirakan tidak signifikan karena beberapa barang kebutuhan pokok masyarakat yang menyumbang inflasi, seperti beras dan sayur-sayuran, termasuk Barang Kena Pajak (BKP) yang mendapatkan fasilitas bebas PPN.
Ia pun mengapresiasi pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang berencana tidak meneruskan kenaikan PPN kepada konsumen.
Untuk mengantisipasi potensi inflasi yang lebih tinggi, pemerintah telah menyediakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp414 triliun yang dapat dijadikan bantalan bagi masyarakat kurang mampu.
"Untuk masyarakat kurang mampu, selain kita beri fasilitas di UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), di sisi lain belanjanya juga bisa kita support. Jadi dampak psikologis dari PPN bisa kita balancing," katanya.
Baca juga: DJP sesuaikan aplikasi layanan pajak dengan naiknya PPN mulai hari ini
Baca juga: KSP sebut kenaikan PPN 11 persen untuk kurangi ketimpangan ekonomi
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022