Saya tak bisa begitu saja meninggalkan murid-murid dan pergi mencari 'jarum dalam jerami'.
Beijing (ANTARA) - Pemerintah China berupaya mengatasi tingkat vaksinasi COVID-19 yang rendah di kalangan warga lanjut usia (lansia) dengan pemberian insentif dan juga sanksi.
Di provinsi Guangdong, seorang guru diberi tahu sekolahnya bahwa dia harus mencari empat lansia berusia 60 tahun ke atas yang belum divaksin dan membujuk mereka untuk disuntik vaksin COVID-19 agar tingkat inokulasi di daerahnya meningkat.
Jika tidak, kinerja sang guru akan terkena imbas.
"Tapi (saya) harus mengajar di kelas… Saya tak bisa begitu saja meninggalkan murid-murid dan pergi mencari 'jarum dalam jerami'," kata guru yang mengaku bernama Sherry itu kepada Reuters.
Karena guru-guru lain di daerahnya juga mendapat tugas yang sama, Sherry mengatakan dia harus mengeluarkan uang untuk bersaing mendapatkan lansia.
Dia mengaku telah menghabiskan hampir 1.000 yuan (sekitar Rp2,26 juta) untuk mendapatkan dua orang lansia yang mau divaksin.
Varian Omicron telah memicu wabah COVID terbesar di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu dalam beberapa bulan terakhir kendati jumlah kasusnya tergolong moderat jika dibandingkan negara-negara lain.
Ada 38 ribu lebih kasus lokal bergejala pada Maret, atau lebih dari empat kali lipat total infeksi yang tercatat selama 2021. China menghitung data pasien tanpa gejala secara terpisah dari kasus terkonfirmasi.
Namun, China terus mempertahankan kebijakan untuk mencegah penularan secepat mungkin saat kasus ditemukan dan menilai kaum lansia sebagai titik lemah karena tingkat vaksinasinya yang rendah.
Dari 264 juta warga berusia di atas 60, sekitar 20 persen di antaranya belum menyelesaikan vaksinasi dua dosis hingga 25 Maret. Sebagai perbandingan, tingkat vaksinasi penuh di antara 1,41 miliar penduduk China mencapai 88 persen.
Para pejabat mengatakan sebagian lansia khawatir dengan kemungkinan dampak vaksinasi atau menganggapnya tidak penting.
Di sebuah panti wreda di Beijing, hanya tiga dari 43 penghuninya telah disuntik vaksin, kata perwakilan panti bernama belakang Qin.
"Tak ada satu pun anggota keluarga dari para penghuni yang secara sukarela meminta vaksinasi," kata Qin kepada Reuters.
Dia menambahkan petugas panti hanya bisa membujuk kerabat dari separuh penghuni agar mengizinkan vaksinasi meskipun kasus COVID melonjak.
Banyak penghuni di panti itu telah lama dirawat karena berbagai kondisi dan kerabat mereka khawatir suntikan vaksin akan mempengaruhi pengobatan rutin, kata Qin.
"Ada beberapa keluarga yang menganggap bahwa (lansia) sudah tua, mereka tak akan ke mana-mana, dan berbaring di ranjang saja, sehingga tidak perlu divaksin."
Insentif dan Sanksi
China mengkhawatirkan situasi di Hong Kong, di mana sebagian besar kematian dalam wabah COVID baru-baru ini menimpa warga lansia.
Beijing sebelumnya mengatakan lonjakan kasus di bekas koloni Inggris itu menjadi pelajaran bagi China daratan.
Para pemimpin lokal telah mengerahkan petugas untuk melakukan sosialisasi dari pintu ke pintu tentang vaksin bagi lansia, mencatat warga yang belum divaksin dan apa alasannya.
Petugas juga berbincang dengan warga untuk menghilangkan kekhawatiran tentang vaksin dan memperbarui data jumlah dosis yang diperlukan untuk mencapai target.
Metode itu, yang telah digunakan China dalam program vaksinasi COVID massal pada 2021, mencapai momentum ketika tenggat pencapaian target semakin dekat.
Provinsi Qinghai mengatakan akan memberikan dosis pertama vaksin kepada 560 ribu lebih lansia hingga akhir April. Pada Maret mereka mengatakan bahwa para pejabat bertanggung jawab untuk memenuhi target itu.
Taoshan, sebuah kecamatan di kota Qitaihe, provinsi Heilongjiang, mengatakan target memvaksinasi 83,2 persen penduduk berusia 60 ke atas hingga 1 April harus tercapai. Otoritas akan akan menyebut nama dan mempermalukan mereka yang gagal mencapai target.
Banyak daerah menawarkan insentif vaksinasi, seperti kupon belanja, sembako gratis dan bahkan uang tunai.
Pengurus sebuah permukiman di Chaoyang, Beijing pada Maret mengirim pesan lewat ponsel kepada warga yang menawarkan uang tunai 500 yuan (sekitar Rp1,13 juta) bagi warga 60 tahun ke atas yang mau divaksin dosis pertama.
Sherry, sang guru di Guangdong, mengatakan persaingan makin panas untuk mendapatkan lansia yang belum divaksin. Beberapa rekannya bahkan berani membayar lebih dari 1.000 yuan per orang.
"Rasanya begitu tak nyata," kata dia.
Sumber: Reuters
Baca juga: Maroko: Vaksin COVID Sinopharm China efektif pada kaum lansia
Baca juga: PM Morrison: Diplomasi vaksin hentikan kehadiran China di Pasifik
Baca juga: Myanmar dan China bekerja sama produksi vaksin COVID-19
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022