Surabaya (ANTARA News) - Institusi yang menanggani masalah keamanan dan kenyamanan penerbangan dari Jepang dan AS menilai pengelola Bandara Internasional Ngurah Rai Bali sudah melakukan perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Sekretaris komite operator maskapai penerbangan asing di Bali (AOC), Dara Mustika, menyampaikan hal tersebut kepada ANTARA di Surabaya, Rabu. Pasca-bom Bali II, beberapa lembaga penerbangan asing melakukan pemantauan tentang keamanan, kenyamanan dan fasilitas hingga SDM di Bandara Ngurah Rai. Umumnya mereka memberikan penilaian negatif. Seperti ada 22 titik rawan yang lemah dari segi keamanan, mulai lokasi perparkiran pesawat maupun kendaraan bermotor, piranti pemindai X-ray yang terbatas dan sering mengalami kerusakan. "Berbagai kelemahan tersebut tampaknya secara bertahap sudah dibenahi oleh manajemen PAP I Cabang Ngurah Rai, sehingga negara seperti Jepang dan AS sudah memberikan penilaian positif," kata Dara, yang juga station manajer maskapai penerbangan asal AS, ContinentalAir ini. Secara terpisah, Asisten Hukum dan Humas Bandara Ngurah Rai, Ach Munir, mengakui bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai pembenahan yang intinya meliputi tiga hal, yaitu SDM (sumber daya manusia), peralatan prasarana dan sarana serta pengawasan sesuai prosedur standar. Untuk SDM terutama tenaga keamanan (security) ditambah dari 218 menjadi 630 orang yang terampil, ditambah dengan personel dari TNI-AU dan Polri. Peralatan seperti beragam pemindai benda logam maupun ekplosif hingga anjing pelacak juga ditambah. Ia menjelaskan saat ini pintu-pintu sekitar bandara dalam posisi harus terkunci dan pagar juga dilengkapi kawat tajam standar AS, berbagai selokan di kawasan bandara juga ditutup kawat. Selain itu, juga ada pengamanan terbuka dan tertutup (menyamar). Kawasan bandara seluas 395 ha tersebut, selama tahun 2004 melayani setiap hari rata-rata 180-an pergerakan pesawat dengan penghasilan kotor Rp400 miliaran dan pada 2005 menurun menjadi 160-an pergerakan pesawat dengan penghasilan kotor sekitar Rp350 miliar, demikian Munir. (*)
Copyright © ANTARA 2006