Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama H Muharram Marzuki mengatakan makna penting Ramadhan di antaranya adalah pencegahan atau menahan diri dari berbagai bentuk keburukan dan hal yang dapat merusak harmoni sosial.

Karena itu Ramadhan menjadi momen tepat untuk mendidik diri menjadi pribadi yang santun, toleran, dan ramah untuk menciptakan perdamaian, katanya dalam siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang diterima, Jumat.

Baca juga: BNPT: NII wajib diwaspadai karena ideologinya bertentangan Pancasila

Menurutnya bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi umat Muslim untuk menegakkan ibadah dan membangun harmoni sosial.

“Bulan Ramadhan itu sejatinya umat Muslim harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya, melakukan berbagai aktivitas kegiatan peribadatan baik ibadah yang sifatnya hubungan vertikal kepada Allah SWT, maupun ibadah yang berhubungan kepada umat manusia,” ujarnya.

Dirinya melanjutkan, ibadah mahdhah atau ibadah wajib yang sudah syariatkan harus diperkuat baik kualitas maupun kuantitasnya. Namun Marzuki mengungkapkan bahwa ibadah muamalah sebagai amalan membangun hubungan kepada umat manusia juga menjadi ibadah yang wajib dilakukan, untuk mencegah diri dari tindakan intoleransi dan kekerasan juga tidak kalah penting.

"Hubungan horisontal, kemasyarakatan dan peribadahan harus diperbanyak baik kepada umat Islam sendiri maupun kepada umat yang berbeda agama. Sehingga akan muncul rasa ketentraman, kedamaian, rasa kerukunan yang menjauhkan dari sikap intoleransi dan kekerasan yang merusak harmoni sosial," kata Marzuki.

Sebagaimana yang tertuang dalam QS Al-Hujurat:13 yang mengatakan, "Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal."

"Nah, dengan kita hidup saling mengenal, menghargai, saling berbagi maka akan mewujudkan hidup yang aman damai, kita diarahkan menjadi umat yang bertakwa," kata pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag.

Terkait ibadah membangun hubungan dan harmoni sosial masyarakat, ia menyinggung narasi negatif yang beredar di masyarakat bahwa praktik toleransi dan membangun hubungan baik antar umat beragama, bukanlah semata-mata sebagai praktik menggadaikan akidah dan keimanan.

"Tidak, tidak sama sekali. Tidak ada urusannya. Ini urusan kemanusiaan. Misalnya kita berbuka puasa dengan umat yang berbeda agama itu diperbolehkan dalam rangka memperkuat hubungan sosial kemasyarakatan," kata Marzuki menegaskan.

Menurutnya, bulan Ramadhan harus menjadi momen untuk sama-sama bersuka cita dan berbagi kebahagiaan serta menunjukkan bagaimana agama Islam dapat menjadi penyejuk dan rahmat bagi alam semesta. Sehingga dalam membangun kerukunan tidak ada istilah menggadaikan akidah, menggadaikan agama.

"Kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan itu mewujudkan hati kita menjadi damai, sejuk, tentram dan toleran, dengan demikian maka itulah yang diharapkan oleh Tuhan. Kita berbagi kebahagiaan di bulan Ramadhan dengan seluruh umat, itu yang dinamakan ibadah," ujarnya.

Disamping itu, dirinya menambahkan bulan Ramadhan dapat menjadi momen yang tepat, baik bagi pemerintah maupun para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memasifkan pencegahan radikalisme dengan membangun ukhuwah wathaniyah. Misalnya dengan menggelar acara buka puasa bersama mengumpulkan berbagai kalangan.

"Pemerintah bisa libatkan semua unsur masyarakat yang berbeda suku, budaya dan agama untuk ikut merayakan dan merasakan suka cita Ramadhan, membahagiakan sesama umat manusia meskipun berbeda agama. Ini momentum yang sangat berharga dan masif. Bulan Ramadhan sebagai media silaturahmi," katanya.

Terakhir, penulis buku ‘Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum’ ini juga mengimbau masyarakat khususnya dalam menyambut Ramadhan untuk tidak hanya dapat menahan diri menahan lapar dan haus. Namun juga menahan diri dari nafsu untuk menyebarkan fitnah, hoaks, dan ujaran kebencian yang hanya akan membawa kepada kemudharatan.

"Bulan Puasa ini harus menjadi pembelajaran, untuk mulailah kita tidak menjadikan medsos sebagai alat untuk menyebarkan fitnah, berita bohong ataupun hal-hal yang mempengaruhi masyarakat menjadi resah. Itu dosa besar dan puasa baginya menjadi tidak ada artinya," kata Marzuki.

Baca juga: BNPT ungkap propaganda radikal dan terorisme bersifat lintas negara

Baca juga: BNPT minta kementerian dan lembaga serius perhatikan korban terorisme


Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022