Jakarta (ANTARA News) - Warga Muslim Indonesia yang tinggal di Amerika merasa membutuhkan sebuah pusat agama Islam yang cukup signifikan di Amerika Serikat untuk menunjukkan identitas dan warna muslim Indonesia.
Hal tersebut diutarakan oleh seorang tokoh Islam di Amerika yang berasal dari Indonesia Syamsi Ali dalam kunjungannya ke kantor LKBN ANTARA, Jakarta, Rabu.
Syamsi yang juga Ketua Masyarakat Muslim di New York mengatakan, "Mudah-mudahan bisa kita kembangkan muslim center of Indonesia di New York sebagai "muslim center" alternatif karena selama ini selalu didominasi oleh Timur Tengah dan Asia Selatan.
Sejak tragedi 11 September 2001 saya selalu diajak mendampingi walikota, dan presiden Bush waktu mendatangi ground zero, "tapi saya merasa kita tidak mempunyai representasi. Kita tidak mempunyai Islamic center yang cukup signifikan."
Syamsi berencana untuk meminta bantuan ke mantan wakil presiden Jusuf Kalla untuk membantu mendirikan masjid yang cukup signifikan dan sebagai representasi warna muslim Indonesia.
"Saya Ingin menggerakkan hati Pak Jusuf Kalla mudah-mudahan mau membuka yayasan di sana," kata Imam masjid Indonesia di New York itu.
"Dari sana kita bisa mengekspresikan kekhasan Indonsia kepada bangsa Amerika karena New York itu kota dunia. Apapun yang kita lakukan di kota New York walaupun sedikit bisa memberikan dampak yang besar," Syamsi menambahkan.
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Syamsi juga menekankan bahwa Amerika Serikat yang selama ini dipandang publik sebagai negara yang memerangi Islam ternyata merupakan negara yang toleran dan menghargai Islam.
Hal tersebut tergambarkan dengan hubungan yang kuat antar komunitas dan umat beragama di Amerika Serikat.
"Hubungan antara non muslim dan muslim Amerika masih sangat solid. Sebelum kejadian 11 September pun kegiatan muslim di Amerika sudah sangat kuat tapi itu baru sebatas Muslim-Kristen dan hampir belum ada Muslim-Yahudi. Saya kira 11 September itu mengubah segala sesuatu," kata Syamsi
Pada 2008, Muslim Amerika dan Yahudi di negara tersebut bahkan mengadakan kegiatan yang disebut "The Twinning of Mosques and Synagogues".
Dalam kegiatan tersebut, masjid-masjid dan sinagog, kuil umat Yahudi, dipersaudarakan layaknya saudara kembar sekali dalam setahun.
"Pada hari Sabtu, kita (muslim) diundang untuk datang ke sinagog untuk mengamati cara ibadah mereka (Yahudi) lalu setelah itu kita berdialog. bahkan kita membawa makanan halal, mereka membawa makanan kosher," kata Syamsi.
Begitu pula sebaliknya, pada hari Minggu bangsa Yahudi datang ke masjid-masjid membawa makanan kosher dan umat muslim membawa makanan halal lalu mereka berdialog.
Tahun 2008 terdapat 50 masjid dan 50 sinagog ikut dalam kegiatan tersebut.
"Hal itu mengejutkan karena pada tahun sebelumnya masih ada perasaan umum yang mengatakan bahwa Yahudi membenci kita (Muslim) dan Islam membenci Yahudi. Sedangkan tahun 2009, terdapat 100 masjid dan 100 sinagog yang ikut serta kegiatan tersebut di Amerika dan Kanada," kata Syamsi.
Tahun 2011 mulai bulan November, kegiatan tersebut akan juga diadakan di Eropa, Argentina, Afrika Selatan, dan Australia, kata Syamsi.
Sebelumnya, pada 2009 Syamsi Ali mendapat penghargaan "Ellis Island Medal of Honor Award" karena dianggap sebagai tokoh yang telah memberikan sumbangan kepada masyarakat maupun kepada kehidupan secara umum di Amerika Serikat, khususnya di kota New York.
Penghargaan yang diberikan kepada Syamsi termasuk sangat membanggakan karena hanya pernah diterima oleh individual-individual yang masyhur, seperti mantan presiden, tokoh politik Amerika, pebisnis sekaliber Donald Trump, altlet semacam Muhammad Ali atau tokoh dunia seperti mantan Presiden Majelis Sidang Uumum PBB, Sheikha Haya Rashid Al Khalifa.
"Sebagai seorang Muslim di Amerika, saya sekarang ini bukan pada posisi untuk mengambil dari Amerika. tapi kita sekarang ini berada pada posisi untuk memberikan kembali ke Amerika. Hal terbaik yang bisa kita berikan kepada negara ini adalah membuat Amerika menjadi Amerika yang lebih baik," kata Syamsi.
Pendapat yang mengatakan bahwa ada perbenturan peradaban merupakan sesuatu yang sudah basi dan masanya untuk kita untuk membuktikan sebaliknya adalah ada dialog antar peradaban, kata Syamsi.
"Ketika kita mengkaji agama-agama yang ada, ternyata semua agama mempunyai ruang untuk dialog. Maka mari kita buka sebesar-besarnya ruang tersebut agar bisa terjadi dialog antar umat beragama, antar komunitas, bahkan antar bangsa," kata Syamsi.
(T.SDP-04/ANT)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011