Tentu kalau harga berbeda beda akan kemungkinan terjadi kebocoran. Jadi yang namanya rezim dan desain kebijakan market for carbon sudah cukup rumit
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemberlakuan pajak karbon yang awalnya mulai 1 April 2022 dan diundur menjadi Juli 2022 karena pemerintah masih melakukan koordinasi untuk menyinkronkan roadmap agar pelaksanaannya berjalan baik.
“Di dalam UU HPP pelaksanaan pajak karbon seharusnya dilakukan pada 1 April namun kita masih harus melakukan koordinasi untuk menyinkronkan roadmap sekaligus menjaga agar pelaksanaan berjalan baik,” katanya dalam acara PPATK 3rd Legal Forum di Jakarta, Kamis.
Meski demikian, mundurnya jadwal penerapan pajak karbon yang telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mulai 1 April menjadi Juli 2022 ini tidak akan mengganggu pemulihan ekonomi.
Sri Mulyani mengaku terdapat kerumitan yang muncul dalam pengenaan pajak karbon khususnya pada mekanisme perdagangan karbon antarnegara yang mengharuskan adanya kesepakatan global.
Ia menjelaskan terdapat perbedaan di tiap negara termasuk terkait harga sehingga berpotensi menimbulkan kebocoran sehingga roadmap pengenaan pajak karbon harus benar-benar disiapkan.
Sebagai contoh, pajak karbon di Jepang dikenakan sebesar 3 dolar AS per ton CO2e sedangkan di Prancis mencapai 49 dolar AS per ton CO2e.
Kemudian di Spanyol sebesar 17,48 dolar AS per ton CO2e untuk semua sektor emisi gas rumah kaca (GRK) dari gas HFCs, PFCs, dan SF6 sedangkan di Kolombia sebesar 4,45 dolar AS per ton CO2e untuk semua sektor.
“Di satu negara harganya hanya 3 dolar AS tapi di negara lain harganya 25 dolar AS bahkan di negara lagi ada yang 45 dolar AS,” ujar Sri Mulyani.
Terlebih lagi, menurut perhitungan jika dunia berhasil mengatasi climate change maka harga karbon bisa mencapai 125 dolar AS.
“Tentu kalau harga berbeda beda akan kemungkinan terjadi kebocoran. Jadi yang namanya rezim dan desain kebijakan market for carbon sudah cukup rumit,” katanya.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani memastikan pemerintah Indonesia akan melakukannya secara sangat hati-hati dan bertahap terutama di tengah situasi pandemi dan dalam upaya memulihkan ekonomi.
“Saat kita pulihkan ekonomi bukan berarti kita tidak siapkan diri sebab musibah climate change itu sudah hampir dipastikan bisa terjadi melihat tren kenaikan suhu dunia,” tegasnya.
Baca juga: PPATK: Penerapan pajak karbon berpotensi ciptakan kebocoran penerimaan
Baca juga: Kemenkeu sebut penerapan pajak karbon diundur jadi Juli 2022
Baca juga: BKF: Perluasan sektor yang dipungut pajak karbon dilakukan pada 2025
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022