Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan akan terus mewaspadai tingginya risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global serta kecenderungan menurunnya kinerja perekonomian global akibat permasalahan utang dan fiskal di Eropa dan AS.
"Perhatian terutama ditujukan pada dampak jangka pendek melalui jalur finansial berupa melemahnya bursa saham, meningkatnya indikator risiko utang, dan tekanan pembalikan arus modal portofolio (capital reversals) oleh investor global dari emerging economies, termasuk Indonesia," kata Darmin saat menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Selasa.
Dijelaskannya kinerja perekonomian global terindikasi melemah seperti tercermin pada perlambatan kegiatan produksi dan penjualan ritel yang disertai dengan tingkat keyakinan konsumen yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah harga komoditas internasional.
Di sisi lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi negara emerging markets masih relatif tinggi sehingga terjadi pergeseran respon kebijakan moneter ke arah netral atau akomodatif.
Kedepan, secara keseluruhan Dewan Gubernur BI melihat kecenderungan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya volume perdagangan dunia, dan menurunnya harga komoditas global.
Sementara itu di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persepsi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia, baik dalam bentuk PMA maupun investasi portofolio.
Namun Dewan Gubernur BI menilai bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional tetap kuat di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 diperkirakan akan lebih tinggi, terutama didukung oleh konsumsi dan kegiatan investasi, sehingga secara keseluruhan tahun 2011 dapat mencapai 6,6 persen.
Sementara pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2012 diprakirakan berada disekitar 6,5 persen.
Neraca pembayaran
Darmin juga menjelaskan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2011 diprakirakan akan kembali surplus setelah mengalami tekanan akibat terjadinya aliran modal keluar pada triwulan sebelumnya.
"Secara keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan akan tetap mencatat surplus yang cukup besar. Surplus NPI ini diprakirakan akan tetap berlangsung pada tahun 2012 terutama didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang terus meningkat, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung," katanya.
Sejalan dengan itu, cadangan devisa pada akhir September 2011 tercatat sebesar 114,5 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
"Jumlah cadangan devisa tersebut lebih dari cukup untuk mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah," katanya.
Menurutnya, nilai tukar Rupiah pada triwulan III-2011 mengalami tekanan, khususnya pada bulan September 2011. Pada triwulan III-2011, nilai tukar Rupiah melemah 2,42 persen (point to point) menjadi Rp8.790 per dolar dengan volatilitas yang meningkat.
"Namun, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara kawasan," katanya.
Tekanan terhadap rupiah antara lain dipengaruhi oleh meningkatnya faktor risiko global akibat kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan valas untuk memenuhi pembayaran impor turut menekan nilai tukar Rupiah.
Ke depan lanjut Darmin, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah guna mendukung terpeliharanya kestabilan makroekonomi.
(ANTARA)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011