Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga BI atau BI Rate sebesar 25 basis poin dari 6,75 persen menjadi 6,5 persen.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Jakarta Selasa mengatakan, keputusan itu diambil sesuai keyakinan bahwa inflasi tahun ini dan tahun depan akan berada di bawah 5 persen dan sebagai antisipasi penurunan kinerja ekonomi global terhadap ekonomi domestik.

Menurut Darmin, dengan melemahnya perekonomian global arah kebijakan berbagai negara berkembang juga akan menurunkan suku bunganya seperti yang dilakukan beberapa negara seperti Turki, Brasil dan Israel yang dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi domestik tetap terjaga dan tidak terlalu dipengaruhi penurunan ekonomi global.

"Kalau ekonomi global turun, inflasi akan turun, dan negara-negara akan bergerak dari mengurusi inflasi menjadi mengurusi pertumbuhan dalam negeri. Kita berusaha memberi jawaban yang pas dengan menurunkan BI rate," kata Darmin.

Menurutnya, dengan penurunan ekonomi dunia maka inflasi pada tahun ini dan inflasi tahun depan akan berada di bawah 5 persen sehingga jika BI rate tetap di 6,75 persen, maka selisih dengan inflasi akan terlalu besar.

"Inflasi tahun ini 4,5 - 4,6 persen, sehingga kalau policy rate 6,75 persen itu terlalu tinggi sehingga perlu dikoreksi, karena dari dulu jaraknya BI rate dengan inflasi tidak besar. Jadi ini koreksi yang sifatnya memang harus dikoreksi," katanya.

Mengenai pengaruh penurunan BI rate ini terhadap pasar keuangan, Darmin mengatakan pengaruhnya tidak terlalu besar karena pasar akan melihat ini sudah sesuai dengan kondisi yang ada.

"Secara psikologis ada pengaruhnya, tetapi penurunan ini lebih reasonable, pengaruhnya akan berdasar pada hitung-hitungan," katanya.

Direktur Riset Moneter dan Kebijakan Ekonomi BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan BI rate menjadi 6,5 persen tidak akan berdampak terhadap aliran modal asing yang berada di Indonesia.

"Level itu masih menarik bagi investor asing di portofolio keuangan sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan ada reversal dari modal asing," katanya.

Ekonomi kuat

Darmin menjelaskan bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional tetap kuat di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 diperkirakan akan lebih tinggi terutama didukung konsumsi dan kegiatan investasi sehingga secara keseluruhan tahun 2011 dapat mencapai 6,6 persen.

"Sejauh ini dampak gejolak ekonomi global lebih dirasakan di pasar keuangan, sementara sektor rill relatif belum terpengaruh," katanya.

Namun, lanjutnya perekonomian yang melemah diperkirakan akan mempengaruhi kinerja ekonomi domestik pada 2012, yang berdampak pada pasar keuangan maupun kegiatan perdagangan internasional.

"Pertumbuhan ekonomi domestik 2012 diperkirakan berada di sekitar 6,5 persen yang ditopang sektor konsumsi yang tetap kuat dan investasi yang meningkat meski ekspr akan menghadapi tekanan," katanya.

(ANTARA)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011