Surabaya (ANTARA News) - Ketua Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Endang Retno Surjaningrum M.Psych, meminta masyarakat tidak memasung penderita sakit jiwa karena pemasungan akan menambah sakit dan mempersulit penyembuhan.
"Orang yang sakit jiwa seperti itu akan justru semakin sakit jika dipasung. Keluarga biasanya melakukan pemasungan karena kewalahan, padahal ada cara lain melalui pengobatan lewat Puskesmas, bahkan dengan Jamkesmas juga bisa," katanya disela deklarasi Forum Kesehatan Mental di kampus setempat, Senin.
Dalam deklarasi Forum Kesehatan Mental yang dihadiri 60-an akademisi, psikolog, psikiater, dan praktisi psikologi di Surabaya, ia menegaskan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai 19 juta orang atau sekitar 11 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
"Karena itu, kami merasa perlu membentuk forum untuk meningkatkan peran serta para ahli dan praktisi psikologi dalam memecahkan masalah kesehatan mental di masyarakat yang akhir-akhir ini terus meningkat," katanya di sela-sela pembentukan forum yang juga bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa (10/10) itu.
Menurut dia, penyakit jiwa sebenarnya dapat dicegah sejak dini ketika masyarakat melakukan "curhat" (curahan hati) tentang masalah yang dihadapi kepada guru, teman, ulama, dukun, dan tokoh masyarakat, namun hal itu tidak didukung pengetahuan mereka tentang psikologi.
"Jadi, masalah itu merupakan tanda-tanda gangguan jiwa, tapi penanganannya masih individual dan bukan ditangani secara profesional, karena itu forum yang terbentuk akan dapat melakukan kolaborasi dengan guru bimbingan dan konsultasi, ulama, dan tokoh masyarakat lainnya melalui pelatihan dan sejenisnya," katanya.
Selain itu, forum yang terbentuk akan dapat menjalin kerja sama antara akademisi dengan praktisi terkait kasus kejiwaan yang berkembang di masyarakat dalam melakukan penelitian bersama, misalnya penanganan gangguan kejiwaan yang bersifat tradisi.
"Antara lain tradisi pemasungan, perkawinan silang yang memunculkan gangguan kejiwaan secara genetik, dan sebagainya, lalu dicarikan solusi untuk mengatasi, misalnya keluhan tentang biaya yang bisa dibantu lewat Puskesmas. Bisa juga ada solusi yang bersifat tradisi dan perlu juga dikembangkan," katanya.
Secara terpisah, psikolog yang berdinas di Puskesmas Rangkah, Surabaya, Mirza Ghozi, mengaku dirinya merupakan angkatan pertama dari empat psikolog yang ditugaskan di Puskesmas di Surabaya dan jumlah psikolog yang berdinas Puskesmas di Surabaya saat ini mencapai 11 orang.
"Kami memang sulit menjangkau masyarakat menengah ke bawah, karena mereka malu bila ada keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, karena itu saya harus melalukan pengenalan tentang kesehatan mental yang perlu ditangani sejak dini," katanya.
Langkah promotif itu membuat ada ratusan orang yang berkonsultasi selama tiga tahunan (2009-2011) dengan 120 orang di antaranya harus dirujuk ke rumah sakit jiwa, karena sifatnya psikotik akut (gila).
"Solusi promotif yang mungkin dilakukan sebelum semuanya terjadi adalah pola pengasuhan oleh keluarga seperti pola makan, pola perlakuan oleh lingkungan, dan berkonsultasi kepada psikiater untuk mendapatkan solusi medis," katanya.
(ANTARA)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011