Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mendorong agar pemerintah dan Panitia Kerja memasukkan mekanisme victim trust fund atau dana bantuan korban ke Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
“ICJR merekomendasikan adanya mekanisme atau metode yang lebih menjamin terpenuhinya ganti kerugian dan pemenuhan layanan bagi korban kekerasan seksual secara langsung dan efektif dengan memperkenalkan victim trust fund atau dana bantuan korban,” kata Maidina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Hari ini, 30 Maret 2022, pembahasan RUU TPKS akan kembali dilakukan dengan beranjak pada bahasan tentang hukum acara pidana dan pengaturan hak korban dalam RUU TPKS.
ICJR mengapresiasi RUU versi Baleg dan DIM pemerintah yang berusaha keras memasukkan banyak pembaruan hukum dalam konteks hukum acara dan penguatan hak korban dalam draf RUU TPKS.
Baca juga: Ketua Panja dukung 'victim trust fund' dalam RUU TPKS
Ia menilai RUU TPKS memerlukan terobosan penuh dari DPR dan pemerintah terkait victim trust fund.
Perubahan Pasal 23 RUU TPKS mengenai restitusi yang memperkenalkan kompensasi, juga harus memperkenalkan jaminan adanya mekanisme victim trust fund untuk mengefektifkan pemenuhan ganti kerugian tersebut, baik restitusi maupun kompensasi.
“Mekanisme victim trust fund perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, ini dapat dimasukkan di antara Pasal 59 dan Pasal 60 RUU TPKS,” kata Maidina.
Skema victim trust fund atau dana bantuan korban ini merupakan dana yang diterima negara dari berbagai sumber mulai dari penerimaan bukan pajak, sanksi pidana finansial, corporate responsibility, hingga sumbangan pihak ketiga untuk diolah dan disalurkan untuk program pemenuhan hak korban.
Skema ini adalah skema khusus yang bukan menyerap APBN, namun menuntut peran negara mengelola penerimaan bukan pajak untuk korban tindak pidana, termasuk korban kekerasan seksual. Tanpa victim trust fund, beberapa mekanisme sulit untuk dilakukan, misalnya adalah dana abadi, ataupun penyaluran kompensasi cepat.
Baca juga: ICJR dorong kejelasan skema restitusi untuk korban kekerasan seksual
Dengan hanya bergantung pada APBN, sistem pemulihan korban sering kali terkendala.
Sebagai catatan, berdasarkan Laporan LPSK, sepanjang 2020, penilaian restitusi yang dilakukan oleh LPSK berada di angka sekitar Rp7 milyar, sedangkan angka yang dikabulkan oleh putusan pengadilan hanya Rp1,3 milyar.
“Yang lebih memprihatinkan, pencapaian eksekusi restitusi untuk korban malah kurang dari 10 persen dari yang dijatuhkan pengadilan, yaitu hanya di angka sekitar Rp101 juta,” kata Maidina.
Dalam Pasal 23 DIM pemerintah, secara progresif Pemerintah memperkenalkan mekanisme kompensasi yang dapat diberikan kepada korban jika pelaku tidak dapat membayarkan restitusi.
“Hal ini progresif untuk dimasukkan,” tuturnya.
Baca juga: ICJR rekomendasikan perubahan Pasal 11 di RUU TPKS tentang restitusi
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022