Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengapresiasi rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perizinan sektor kelautan dan perikanan.
Menteri Trenggono dalam rilis di Jakarta, Rabu, menyatakan, optimalisasi PNBP sektor kelautan dan perikanan tersebut khususnya dari kegiatan pemasangan kabel/pipa bawah laut, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan ruang laut di sekitarnya, serta pungutan hasil perikanan yang didasarkan pada penetapan Harga Patokan Ikan (HPI) secara periodik.
Ia bahkan memastikan siap menindak-tegas pihak-pihak yang tidak mematuhi aturan dalam memanfaatkan ruang laut yang dapat menimbulkan kerusakan ekologi dan kerugian keuangan negara.
"Saya sudah minta tim di KKP untuk memeriksa seluruh reklamasi dan pembangunan di pulau-pulau kecil. Tidak hanya itu, pemasangan kabel laut juga, bahkan kita sudah melakukan tindakan dengan melakukan denda kepada perusahaan operator. Dengan adanya concern BPK bahwa itu adalah hal yang diperiksa, saya tambah tenang dan ini menjadi kekuatan bagi kami untuk menegakkan aturan," ujar Trenggono.
Terdapat empat rekomendasi BPK yang tertuang dalam dalam Laporan Hasil Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan PNBP Perizinan tahun 2020-2021 (Triwulan III) tersebut. Pertama, BPK merekomendasikan KKP untuk memperbaiki peraturan perizinan berusaha dan PKKPRL untuk kegiatan pemasangan pipa/kabel bawah laut.
Kemudian KKP diminta berkoordinasi dengan Kepala BKPM dan Kepala BPS untuk memperbaiki pengaturan perizinan berusaha pemanfaatan pulau-pulau kecil, serta mendata seluruh objek PNBP atas pemanfaatan pulau-pulau kecil dan ruang laut.
Selanjutnya, KKP direkomendasikan untuk menetapkan kebijakan pembakuan proses penetapan Harga Patokan Ikan (HPI) secara periodik. Lalu, BPK meminta KKP merancang sistem pengendalian untuk mendeteksi keberadaan dan aktivitas kapal perikanan, serta mensinkronisasi database kapal perikanan yang ada di KKP dengan data instansi lain.
Menteri Trenggono menambahkan, contoh lain tindakan tegas yang telah dilakukan adalah penghentian aktivitas penambangan pasir laut di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis beberapa waktu lalu.
Hal tersebut karena perusahaan tidak memiliki perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan aktivitas penambangan diindikasi merusak ekosistem pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Di samping itu, KKP juga akan menerapkan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), sebagai upaya menjaga keberlanjutan populasi ikan, meningkatkan PNBP dari aktivitas perikanan tangkap, serta menghadirkan distribusi ekonomi sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.
"KKP anggarannya kecil, tapi kita harus buktikan bahwa spending negara Rp6,1 triliun (tahun 2022) harus mampu men-generate kemampuan pertumbuhan ekonomi at least bisa 20 kalinya. Kalau itu bisa terjadi, maka pembangunan sumber daya manusia kelautan dan perikanan, utamanya nelayan tradisional bisa kita selesaikan dengan baik. Ada 2,2 juta nelayan di wilayah pesisir yang ekonominya perlu kita dukung untuk terus tumbuh," paparnya.
Baca juga: Menteri Kelautan: Potensi PNBP penangkapan ikan terukur Rp12 triliun
Baca juga: Kemenkeu targetkan PNBP perikanan capai Rp1,6 triliun pada 2022
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022