Inisiasi Indonesia untuk mengurangi emisi karbon diharapkan bisa ditangkap oleh para perwakilan negara-negara G20 terutama mungkin negara-negara maju ...

Jakarta (ANTARA) - Center of Reforn on Economics (CORE) ​​​​​​ Indonesia menilai bahwa ajang G20 Indonesia merupakan wadah yang tepat untuk menarik minat investor agar mau berinvestasi di beragam industri yang ramah lingkungan dan mencapai target penurunan emisi karbon.

“Inisiasi Indonesia untuk mengurangi emisi karbon diharapkan bisa ditangkap oleh para perwakilan negara-negara G20 terutama mungkin negara-negara maju untuk nanti bisa bekerja sama lebih lanjut untuk berinvestasi di beragam industri yang sifatnya lebih ramah lingkungan,“ kata Ekonom CORE Yusuf Rendy saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, kebijakan terbaru pemerintah dalam menekan emisi karbon yakni trading karbon dan pajak karbon bisa dijadikan sebagai alat untuk menunjukkan keseriusan Indonesia untuk beralih ke ekosistem yang lebih ramah lingkungan.

Baca juga: Kemenkeu sebut penerapan pajak karbon diundur jadi Juli 2022

Terkait pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp3.460 triliun atau sekitar Rp266 triliun per tahun hingga 2030 untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 29 persen melalui kemampuan sendiri dan 41 persen melalui dukungan internasional, Yusuf menyampaikan bahwa pendanaan memang menjadi salah satu tantangan besar. Terlebih beberapa upaya pemerintah sebelumnya belum berhasil memenuhi target.

“Kalau kita lihat misalnya menurut laporan Kementerian ESDM dari target apa yang ingin disasar dari beragam program energi terbarukan, itu banyak yang tidak tercapai ataupun lebih rendah dari target,” ujarnya.

Menurutnya, sumber pembiayaan paling realistis untuk mendanai kebutuhan penurunan karbon Indonesia adalah Foreign Direct Investment yang bisa digaet melalui berbagai event di G20. Selain juga mengoptimalkan pembiayaan investasi yang dibentuk pemerintah untuk mencari investor yang berinvestasi pada jenis-jenis investasi terbarukan di Indonesia.

Agar para investor tertarik untuk berinvestasi, lanjutnya, diperlukan semacam menjual prospek yang baik seperti peluang yang bisa didapatkan oleh investor ketika berinvestasi di sektor energi baru terbarukan di dalam negeri.

“Saya kira ini tantangan di tengah banyaknya potensi energi baru terbarukan di Indonesia yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan lebih optimal,” jelasnya.

Baca juga: Sri Mulyani: Kehutanan pemberi kontribusi terbesar penurunan CO2

Menkeu Sri Mulyani pada Webinar S20 di Jakarta, Kamis (17/3) menegaskan bahwa isu transisi energi menjadi prioritas tertinggi dan telah diterjemahkan ke dalam program kebijakan Kendati demikian, kebijakan fiskal hanya mampu memenuhi 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan.

Oleh karena itu, Indonesia, katanya, membutuhkan kebijakan yang dapat mengundang sektor swasta dan BUMN untuk berpartisipasi memenuhi kebutuhan anggaran. Selain membuat kerangka kebijakan yang berisi upaya mengatasi perubahan iklim termasuk merancang transisi energi.

“Saya pikir penempatan kebijakan yang tepat sangat penting. Jadi perbaiki kebijakannya,” ujar Menkeu.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022