Jakarta (ANTARA) - Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) juga mengatur mengenai pemantauan dan pengawasan independen.
"Elemen inilah (pemantauan dan pengawasan) yang masih belum ada pembahasannya sama sekali oleh DPR dan belum termaktub di dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh pemerintah," kata Andy Yentriyani dalam konferensi pers daring bertajuk "Rekomendasi Komnas Perempuan Mengenai Pentingnya Pengawasan Independen pada Pelaksanaan RUU TPKS" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kekerasan basis gender lembaga pendidikan terbanyak perguruan tinggi
Baca juga: Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan harus ditingkatkan
Andy menjelaskan sejak awal upaya memperjuangkan RUU ini, ada enam elemen kunci penting untuk membuat kerangka payung hukum bisa benar-benar melindungi para perempuan korban kekerasan seksual.
"Ini (enam elemen) merupakan sebuah rangkuman dari sebuah upaya dokumentasi yang panjang, gerakan lembaga-lembaga pendamping korban selama lima tahun ya, dari 2010-2015, yang juga berangkat dari proses pendokumentasian dan pendampingan korban yang dimulai sejak tahun 1998," paparnya.
Elemen pertama, RUU TPKS ini diharapkan bisa memberikan secara detail bentuk-bentuk tindak kekerasan seksual yang menjadi bagian dari tindakan pidana yang akan dirumuskan. Kedua, terobosan hukum acara pidana dan perbaikan kultur atau budaya hukum.
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pemulihan bagi korban penghilangan paksa
Ketiga, proses pemulihan korban. Keempat, mengenai pemidanaan dan kelima, upaya pencegahan, serta keenam, pemantauan dan pengawasan.
Sejak Senin (28/3), pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR mulai membahas DIM RUU TPKS.
DIM pemerintah terdiri atas 588 nomor, yakni 167 tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. DIM ini terangkum di dalam 12 Bab dan 81 Pasal.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022