Paris (ANTARA News) - Beberapa doktor Perancis akan mengkaji abu pejuang abad 15 yang masih perawan, Joan of Arc, yang dibakar di tiang pembakaran pada usia 19 tahun, dalam pencarian untuk memperoleh wawasan baru mengenai kehidupan luar biasa wanita muda yang menjadi ikon nasional.
Philippe Charlier, ilmuwan forensik di belakang proyek itu, menyatakan kepada AFP bahwa timnya akan menghabiskan waktu enam bulan menganalisa peninggalan yang diduga berasal dari onggokan abunya, termasuk pecahan tulang, jaringan manusia dan kayu.
Dengan mengkaji susunan molekuler dan biokimia sisa peninggalan itu, mereka berharap akan dapat menetapkan secara tepat tahun dan membuktikan keaslian sisa abu itu, namun juga boleh jadi akan menemukan fakta baru tentang pahlawan militer Perancis tersebut yang telah diangkat sebagai orang suci oleh Gereja Katolik.
Kombinasi teknik penentuan masa karbon dan analisa tentang jejak abu akan memungkinkan mereka untuk menentukan usia abu tersebut hingga tahun dan bulan yang akurat.
"Kami akan dapat menyatakan: Ini adalah abu seorang wanita yang tewas di Rouen (Perancis utara), berusia 19 tahun, yang meninggal dunia pada 1431 sekitar 30 Mei dan yang dibakar tiga kali pada hari yang sama," ujar Charlier.
Jika semua itu dapat dikonfirmasi, katanya, "kita akan tahu dengan hampir pasti bahwa ini betul-betul Joan of Arc".
Dilahirkan di sebuah keluarga sederhana di Perancis timur, namun diilhami oleh apa yang diyakininya suara Tuhan, Joan of Arc (1412-1431) membantu Perancis memukul balik pasukan Inggris pada akhir Perang Seratus Tahun (1337-1453).
Terluka dalam pertempuran, dia ditangkap dan dijatuhi hukuman atas tuduhan menyebarkan klenik dan dibakar di tiang pembakaran.
Simbol kebangkitan Perancis
Kisah luar biasa yang dialami Joan of Arc telah menjadi sumber ilham bagi para penulis Perancis, mulai dari Voltaire hingga pengarang masa kini.
Pernyataannya tentang ilham Ilahi dan keberhasilannya memukul mundur pasukan penyerbu Inggris, membuat dirinya sebagai simbol yang kuat kebangkitan bangsa Perancis.
Dia kemudian menjadi inspirasi mistis bagi para nasionalis Katolik Perancis dan telah digunakan secara kontroversial sebagai emblem partai Front Nasional ekstrim kanan pimpinan Jean-Marie Le Pen, yang memperingati kematiannya setiap tahun.
Namun begitu, Charlier menegaskan dirinya didorong oleh rasa keingintahuan ilmiah belaka dan tak terpengaruh dengan "tarik tambang" soal warisan yang ditinggalkan Joan of Arc.
"Tak ada tujuan nasionalistis di belakang proyek ini, tak ada aspek keagamaan dan politis -- proyek ini betul-betul ilmiah dan investigasi sejarah," katanya.
Abu Joan of Arc, yang kini berada di bawah pengawasan sebuah asosiasi sejarah Perancis dan sekarang ini menjadi milik Gereja Katolik Roma di Tours, baratdaya Perancis, merupakan satu-satunya jejak yang tersisa tentang dirinya. (*)
Copyright © ANTARA 2006