Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati meminta agar DPR dan Pemerintah menghapus Pasal 27 ayat (1) UU ITE, serta mengatur kekerasan berbasis gender online (KBGO) di RUU TPKS.

“Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) selama ini merupakan momok utama bagi korban KBGO. Sudah banyak korban KBGO yang malah menjadi pesakitan dan harus menanggung konsekuensi pidana dari pasal karet UU ITE tersebut,” kata Maidina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Senin (28/3), pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) terhenti pada bahasan jenis-jenis tindak pidana. Salah satu yang menjadi perdebatan dalam pembahasan adalah pengaturan tindak pidana KBGO.

RUU yang disusun oleh Baleg DPR memperkenalkan tindak pidana pelecehan seksual berbasis elektronik pada Pasal 5 RUU TPKS, namun DIM Pemerintah merekomendasikan penghapusan pasal tersebut.

Pemerintah mendalilkan penghapusan tersebut dengan berdasarkan pada adanya UU ITE, utamanya Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan.

Baca juga: Pemerintah dan Baleg DPR mulai bahas DIM RUU TPKS
Baca juga: Kekerasan seksual di kampus dan urgensi pengesahan RUU TPKS
Baca juga: Menjelang babak baru perdebatan "consent" dan "seks bebas" RUU TPKS

ICJR berpandangan bahwa larangan perbuatan dalam Pasal 27 ayat (1) adalah pidana bagi semua jenis perbuatan atau konten yang “melanggar kesusilaan”. Ketika konten pribadi korban tersebar, meskipun korban tidak berkehendak, korban akan dianggap “melanggar kesusilaan” dan justru dikriminalisasi.

“Pasal 27 ayat (1) UU ITE sama sekali tidak ditujukan untuk melindungi integritas tubuh korban, sebagaimana diusulkan dengan sangat baik oleh DPR dalam RUU TPKS,” ucap dia melanjutkan.

Oleh karena itu, ICJR merekomendasikan agar ketentuan penutup Pasal 71 RUU TPKS menghapus Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Ia menilai pasal tersebut sebagai pasal yang berbahaya dan menakutkan untuk korban.

“RUU TPKS bisa mencabut pasal dalam UU ITE karena banyak UU juga menghapus pasal-pasal dalam undang-undang lainnya yang bertentangan atau tumpang tindih, misalnya UU PTPPO, UU Perlindungan Anak, UU Tipikor, dan UU lainnya,” kata Maidina.

Ia melanjutkan, dalam Pasal 5 RUU TPKS perlu ada penguatan norma tindak pidana KBGO, antara lain memasukkan larangan perbuatan merekam ruang privat tanpa izin, menyebarluaskan dengan tujuan melawan hukum, serta tanpa kehendak memodifikasi/memalsukan informasi elektronik untuk menghadirkan citra seksual tentang orang lain.

“Dalam bahasan tentang hak korban, khususnya hak penanganan, harus diatur hak korban atas penghapusan konten pribadi yang tersebar,” tuturnya.

Lebih lanjut, terkait hak pemulihan korban, para pembentuk undang-undang harus mengatur hak untuk dilupakan atau right to be forgotten.

“Yaitu hak penghilangan informasi pribadi secara permanen dalam mesin pencari berdasarkan penetapan/putusan pengadilan,” ucap Maidina.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022