Jakarta (ANTARA News) - Kemelut politik antara dua lembaga negara berlanjut.

Setelah sebelumnya muncul ide untuk menghapus Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, kini wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengemuka.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah, dalam rapat konsultasi DPR dengan KPK, Polri, dan Kejaksaaan, Senin, mengatakan bahwa keberadaan KPK sebagai lembaga "superbody" tidak lazim dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi.

"Dengan predikat sebagai lembaga super, KPK cenderung tidak mau diawasi, padahal dalam demokrasi prinsipnya adalah keterbukaan," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Namun saat itu, Ketua KPK Busyro Muqoddas menanggapi ide Fahri itu dengan santai. Busyro mengatakan bahwa ia beserta segenap jajaran pimpinan KPK lainnya tidak keberatan jika lembaga itu dibubarkan kembali oleh DPR, karena kelahiran KPK pun diprakarsai oleh Dewan.

"Apa boleh buat kalau memang mau dibubarkan. Kami juga hanya menjalankan amanat undang-undang. Tidak ada masalah buat kami," kata Busyro, yang sebelumnya sempat menolak undangan DPR untuk melakukan rapat konsultasi di Senayan.

Busyro juga mempersilakan Fahri dan partainya, Partai Keadilan Sejahtera, agar mengajukan usulan pembubaran KPK itu melalui jalur hukum, sehingga mekanismenya tetap konstitusional. Ia pun mengaku tak merasa terganggu dengan pernyataan Fahri di berbagai media yang mengusulkan pembubaran KPK.

Sehari setelah rapat konsultasi digelar, Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal pun angkat bicara dengan mengatakan bahwa pernyataan rekan sejawatnya itu merupakan pendapat pribadi dan dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR.

"Ide pembubarannya bukan di tataran fraksi, FPKS mempunyai komitmen yang tinggi untuk memberantas korupsi. Pernyataan itu merupakan dinamika di Komisi III, kajian-kajian yang perlu didengar, laporan-laporan dalam rapat dengar pendapat. Nanti kita lihat secara lebih jernih," kata Mustafa.

Mustafa kemudian mengatakan Fahri akan diberi peringatan oleh Dewan Syariah PKS karena pernyatannya tentang pembubaran KPK itu.

"Peringatan kepada Fachri Hamzah berdasarkan tatib di fraksi, partai, tidak selalu harus digunakan. Silahkan tanya kepada Ketua Dewan Syariah soal peringatan itu," kata Mustafa di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.

Akar Permasalahan

Konflik antar lembaga itu bermula ketika KPK meminta keterangan kepada pimpinan Badan Anggaran DPR, Rabu (21/9), guna mengklarifikasi keterangan dari tersangka kasus korupsi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menyatakan ada aliran dana ke Badan Anggaran DPR.

Penjadwalan pemeriksaan terhadap dua Wakil Ketua Banggar, Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey, berlanjut pada Rabu (28/9) setelah pihak KPK dan keduanya sepakat melanjutkan pertemuan karena berkas pemeriksaan mereka belum selesai.

Namun, pimpinan Banggar kemudian berencana mogok membahas RAPBN 2012 sebagai aksi protes atas pemanggilan KPK terhadap sejumlah pimpinan Badan Anggaran itu, meskipun niat itu kemudian diurungkan.

Pemanggilan pimpinan Banggar oleh KPK dilakukan berdasarkan keterangan dari Dharnawati, salah satu tersangka kasus dugaan suap atas penyimpangan dana PPIDT di Kemenakertrans, karena Banggar DPR diduga terkait dengan dugaan kasus suap pencairan dana PPID oleh Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, yang juga telah diperiksa oleh KPK.

Juru Bicara KPK Johan Budi, Kamis (29/9), menegaskan bahwa pemanggilan terhadap para pimpinan Banggar tersebut tersebut bukan bersifat kelembagaan, karena mereka yang diperiksa dipanggil sebagai perorangan dengan status sebagai saksi.

"Pimpinan Banggar itu diperiksa sebagai saksi. Ini perorangan bukan lembaga Banggar yang diperiksa," kata Johan.

Setelah tiga kali diundang oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, pimpinan KPK akhirnya bersedia hadir dalam rapat konsultasi DPR, Senin (3/10), bersama dua institusi penegak hukum lain yaitu Polri dan Kejaksaan.

"Pimpinan sepakat hadir karena isi surat yang baru itu menegaskan bahwa pimpinan Badan Anggaran tak akan berada dalam pertemuan," kata Johan Budi, Jumat (30/9).

Johan kemudian menepis anggapan bahwa pimpinan memenuhi keinginan Dewan itu bukan karena plin-plan dengan sikapnya atau ada tekanan kepada KPK.

"Pimpinan KPK menganggap surat yang dilayangkan DPR itu untuk kepentingan masa depan masyarakat umum," kata Johan.

KPK Lebih Kuat

Pengamat Politik Universitas Indonesia Effendi Ghazali menilai dalam persepsi publik posisi KPK lebih kuat daripada Badan Anggaran DPR karena berdasarkan pengalaman yang ada, pemberitaan media, serta beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada persoalan serius dengan banggar.

"Secara umum kalo dibandingkan skornya 80-20 untuk KPK. Orang sudah tau bahwa Banggar, terlepas dari siapa yang ada di dalamnya, seringkali dianggap sebagai "terminal" penghasil uang untuk partai," kata Effendi.

Menurut Effendi, peran Badan Anggaran saat ini sudah tepat, sehingga bukan fungsinya yang harus dibubarkan, tetapi justru praktik percaloan yang terindikasi marak dilakukan oknum di Badan Anggaran lah yang harus diberantas.

"Sekarang seolah sudah tahu sama tahu kalau ingin mengajukan proposal ke Banggar itu harus ada komisinya, seakan-akan semua kontraktor harus berurusan pada level hilirnya untuk menuju proyek yang dikuasai pihak tertentu," kata Effendi.

"Kalaupun Banggar diminta dibubarkan, yang penting bukan soal pembubarannya tetapi penggantian sistem banggar yang lebih transparan dan lebih melibatkan publik," katanya.

Sementara mengenai KPK, Effendi berpendapat bahwa saat ini masyarakat sedang mengadili apa yang kebetulan menjadi kasus oleh KPK. Padahal, yang terpenting menurutnya adalah bagaimana caranya membenahi sistem secara keseluruhan.

"Dengan pendekatan itu, maka kita sedang menyoroti masalah yang sebetulnya sifatnya hanya parsial, kebetulan saja pintu masuknya wisma atlet, tapi masalahnya masih banyak hal yang pasti terkait dengan banggar dan itu sudah menjadi rahasia umum," katanya.

Sebelumnya muncul keraguan terhadap kredibilitas KPK terkait pertemuan para pimpinan lembaga antikorupsi itu dengan tersangka kasus wisma atlet, Muhammad Nazaruddin. Namun, keputusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi menyimpulkan bahwa empat pimpinan KPK tidak melakukan pelanggaran pidana mau pun etik terkait hal itu.

Effendi menilai saat ini mungkin ada orang yang memiliki persepsi bahwa KPK hanya berani terhadap banggar, sementara kasus lain belum tersentuh, namun secara umum Badan Anggaran citranya lebih jelek dari KPK.

"KPK mestinya berdiri di atas semua orang, tanpa ada ketakutan terhadap kekuasaan," tegas Effendi.
(SDP10)

Oleh Panji Pratama
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011