Yogyakarta (ANTARA) - Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar simbol negara, tetapi juga strategi integrasi bangsa, kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Hal itu berarti tidak ada mayoritas atau minoritas, semua warga negara dengan suku apa pun, agama apa pun mempunyai hak yang sama untuk berkontribusi pada kebesaran bangsa dan negara ini," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia semangat kebangsaan bisa dilihat dari produk Sumpah Pemuda 1928, bahwa yang berbeda-beda itu tanpa melihat perbedaan sungguh-sungguh mempunyai semangat untuk menyatakan diri sebagai suatu bangsa.
"Sumpah Pemuda adalah semangat kejuangan para pemuda pada waktu itu untuk membangun suatu bangsa. Bagaimana dari adanya suatu perbedaan dalam berbagai kelompok akhirnya menyatakan diri sebagai suatu bangsa dan memproklamasikan berdirinya sebuah negara," katanya.
Ia mengatakan, rasa kebangsaan itu yang menopang berdirinya sebuah negara. Para pemuda mempunyai kemampuan menjadikan yang berbeda-beda itu menjadi kelompok yang mempunyai tujuan sama atau menyamakan diri menjadi satu kesatuan untuk mendirikan suatu negara.
Dalam konteks seperti itu harus dipahami bersama bahwa wawasan kebangsaan tersebut jelas tertuang dalam pemahaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang terdiri atas empat pilar.
Empat pilar kebangsaan yang perlu ditegakkan itu adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pengarahan tentang wawasan kebangsaan itu diikuti bupati dan wali kota se-DIY, para Kepala SKPD Pemprov DIY, para Danrem dan Dandim se-Kodam IV Diponegoro, rektor perguruan tinggi, pegawai negeri sipil, resimen mahasiswa, dan ormas.
(B015)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011