Jakarta (ANTARA News) - DPR RI menawarkan dua opsi kepada pemerintah terkait pengadaan pesawat tempur jenis F-16 dari Amerika Serikat.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin, opsi pertama, pemerintah diminta membeli enam pesawat tempur F-16 Block 52 yang merupakan pesawat jenis baru dan opsi kedua adalah menerima hibah dengan syarat bisa di-upgrade dengan melibatkan BUMN industri pertahanan.
"Untuk yang pilihan pertama, kan anggarannya sudah dialokasikan sebesar 430 juta dollar AS, tinggal beli saja. Pesawat baru itu juga memungkinkan untuk mengganti pesawat F-16 lama yang saat ini dimiliki Indonesia," kata Tubagus di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (5/10).
Untuk opsi kedua, kata Tubagus, kalau pemerintah memilih mengambil 24 pesawat F-16 Block 24 hasil hibah dari AS, ada dua syarat utama yang diajukan.
"Pertama, pesawat tersebut harus bisa di-up grade menjadi Block 52 agar sesuai dengan rencana strategis tentang minimum essential force (MEF). Syarat kedua, up grade harus dilakukan di Indonesia dan melibatkan BUMN industri pertahanan sesuai dengan program nasional yang bertujuan mewujudkan kemandirian sistem pertahanan Indonesia. Kemandirian ini sesuai dengan UU Industri Pertahanan yang sedang kita buat," kata politisi PDIP.
Purnawirawan TNI itu menegaskan, kalau dua syarat itu tidak bisa dipenuhi, Komisi I DPR RI akan tegas menolak rencana hibah tersebut.
"DPR akan tetap mendorong pemerintah membeli enam pesawat F-16 baru yang sebelumnya memang sudah dianggarkan. Komisi I lebih memilih untuk beli yang baru saja. Upgrade F-16 seharga 640 juta dolar AS, itu terlalu mahal. Biayanya tidak terlalu jauh dengan beli baru ," ungkapnya.
Kalaupun ada opsi lain, tambah Tubagus, Indonesia sebaiknya membeli pesawat tempur jenis Sukhoi buatan Rusia sebanyak satu skuadron atau 16 pesawat.
"Harganya hanya 800 juta dollar AS untuk satu skuadron. Pemerintah kan masih punya plafon pinjaman State Credit dari Rusia sebesar 1,1 miliar dollar AS. Langsung bisa terbeli," kata dia. (zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011