Jakarta (ANTARA News) - Apakah Anda pernah mendengar maskapai penerbangan PremiAir, Aviastar Mandiri, Airfast Indonesia, Pegasus Aviation atau Susi Air?

Mereka beberapa contoh perusahaan penerbangan sewaan (charter) yang terjadwal maupun tidak terjadwal yang melayani konsumen di wilayah-wilayah yang tidak dijangkau penerbangan besar atau konsumen dengan keperluan khusus.

"Peluang bisnis cukup baik karena Indonesia memiliki banyak bandara yang panjang landasannya 800-1.400 meter dan belum sepenuhnya dilalui jalur penerbangan padahal mobilitas orang dan barang di wilayah kabupaten cukup tinggi," kata Manajer Pemasaran perusahaan Sky Aviation Sutito Zainudin di Jakarta, Rabu (5/9).

Sky Aviation antara lain melayani rute Batam-Singkep, Palembang-Tanjung Pandan, Jambi-Singkep, Pekanbaru-Tanjung Pinang dan Tanjung Pinang-Natuna yang menggunakan pesawat berjenis Cirrus SR20, Cirrus SR22, Grand Cessna Caravan dan Fokker 50.

"Kami mengutamakan prinsip keamanan dalam layanan, bahkan kami memberikan asuransi yang efektif sejak pembelian tiket, walau jadwal penerbangan masih beberapa minggu atau bulan kedepan, besarannya adalah hingga satu miliar rupiah untuk penumpang yang meninggal dan sampai 1,25 miliar bagi mereka yang cacat," ungkap Sutito.

Asuransi tersebut sebenarnya sejalan UU Nomor 1/2009 Tentang Penerbangan yang diurai dalam Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang mencantumkan 1,25 miliar sebagai jumlah kompensasi yang menjadi hak penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat.

Permen Perhubungan Nomor 77/2011 tersebut rencananya mulai berlaku pada 1 November 2011.

Tapi tidak semua perusahaan penerbangan menyambut aturan yang ditetapkan oleh pemerintah misalnya salah satu personil perusahaan penerbangan charter tidak terjadwal Pura Wisata Baruna.

"Pemerintah memberlakukan aturan yang belum tentu mendatangkan profit bagi perusahaan dan belum tentu dapat dipenuhi oleh perusahaan, jadi bila kami tidak dapat memenuhi aturan itu maka kami akan membatalkan layanan," kata teknisi perusahaan Pura Wisata Baruna, Navi Capra Tangkilisan.

Pura melayani permintaan "spot charter", "executive charter" dan evakuasi medis bagi pasien rumah sakit dengan menggunakan satu pesawat King Air B200 dan dua helikopter Bell 206 dan Bell 407 dengan rute dalam dan luar negeri.

Keharusan untuk menjaga keselamatan dan keamanan penerbangan tapi di sisi lain harus tetap memberikan keuntungan bagi perusahaan juga menjadi salah satu isu yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan Nusantara Air Charter (NAC).

"Dunia penerbangan itu mahal dan resikonya pun besar, misalnya perawatan pesawat secara reguler harus dibayar dengan dolar AS padahal tiket pesawat dijual menggunakan rupiah," kata Sekretaris Perusahaan NAC, Abdullah Basuki.

NAC yang mulai efektif beroperasi pada Juni 2009 itu memiliki dua pesawat Bae 146-200, masing-masing untuk mengangkut penumpang dan kargo serta satu pesawat jet Challenger 601-3A untuk charter eksekutif untuk sembilan orang penumpang.

"Tadinya kami melayani rute Jayapura-Wamena karena pasar bagus dan pesaing masih sedikit namun karena pemain makin banyak dan waktu perjalanan Jayapura-Wamena lebih pendek, kami pindah ke rute Kupang-Labuhan Batu," ungkap Manajer Keselamatan Penerbangan NAC, Suharsono.

Perjalanan Kupang-Labuhan Batu memakan waktu satu jam sementara Jayapura-Wamena butuh setengah jam, artinya ongkos tiket rute pertama lebih mahal dibanding rute kedua, padahal biaya perawatan keduanya sama. Pihak manajemen perusahaan harus mencari cara agar keselamatan tetap terjaga di tengah persaingan ketat dan ongkos perawatan yang mahal.

Masalah lain terkait keselamatan penerbangan menurut Asosiasi Penerbangan Indonesia (INACA) dalam laporan tahunan 2010 adalah kurangnya kapasitas berbagai bandara di Indonesia, baik daya tampung lalu lintas penumpang, kargo, kapasitas "run away", maupun durasi operasi bandara dan ruangan parkir pesawat.

Padahal dengan pertumbuhan ekonomi nasional sekitar enam persen, berdasar pengalaman empiris, ada estimasi tiap satu persen pertumbuhan GDP akan menciptakan penambahan jumlah penumpang baru sekitar 2-2,5 persen.

INACA mencatat penerbangan berjadwal sepanjang 2010 mengankut 51,7 juta penumpang di dalam negeri dibanding 43,8 juta orang pada 2009. Untuk rute internasional jumlah yang diangkut mencapai 6,6 juta orang dibanding 5 juta orang pada tahun sebelumnya. (SDP-03)

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011