kami memiliki dukumentasi tentang terjadinya pembantaian orangutan termasuk yang terjerat jaring warga di beberapa lokasi..."

Samarinda (ANTARA News) - Peneliti Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawaran Samarinda, Kalimantan Timur, Yaya Rayadin, mengaku siap menjadi saksi dugaan pembantaian orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus mario) yang terjadi di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman.

"Jika diperlukan, saya siap memberikan keterangan. Namun sejauh ini saya belum pernah dihubungi polisi terkait penyelidikan kasus dugaan pembantaian orangutan di Desa Puan Cepak tersebut," kata Yaya Rayadin, Selasa.

Namun, Doktor Ekologi dan Konservasi Satwa Liar itu mengaku tidak mengetahui secara teknis pembantaian orangutan di Desa Puan Cepak yang diperkirakan berlangsung pada 2009 hingga 2010.

"Secara teknis saya tidak tahu, tetapi kami memiliki dukumentasi tentang terjadinya pembantaian orangutan termasuk yang terjerat jaring warga di beberapa lokasi dan pada salah satu perkebunan sawit di kawasan `lanscape Kutai` atau wilayah penyebaran orangutan di tiga kabupaten yakni d Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara dan Kota Bontang," katanya.

"Konflik perusahaan sawit dengan orangutan juga dapat menjadi indikator pembantaian tersebut. Saya tidak yakin jika jumlah orangutan yang dibunuh jumlahnya ratusan, tetapi jika jumlahnya puluhan kemungkinan ada," kata Yaya Radian yang mengaku telah melakukan penelitian terhadap habitat orangutan selama sepuluh tahun.

Indikasi pembantaian itu, kata dosen Fakultas Kehutanan Unmul Samarinda itu, karena pihak perusahaan kelapa sawit menempatkan orangutan sebagai hama, sehingga perlakuannya disamakan dengan membasmi hama.

Menurut dia, satu ekor orangutan dapat menghabiskan 30 hingga 50 tanaman sawit yang berumur di bawah satu tahun, sehingga satu ekor orangutan tersebut dapat menimbulkan kerugian Rp600 ribu hingga Rp1 juta jika diasumsiskan harga sawit itu Rp20 ribu per pohon.
(A053)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011