Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mulai menertibkan pelabelan produk makanan kemasan dengan menyisir produk makanan kemasan tanpa label proporsional di pasaran.

"Bukan sweeping besar-besaran, tapi bertahap," kata Kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin Akib di Jakarta, Rabu.

Hal itu, menurut dia, dilakukan karena hingga saat ini masih banyak produsen makanan kemasan yang melanggar ketentuan pelabelan makanan kemasan.

"Misalnya untuk minyak goreng, tadinya ada yang melabelkan nonkolesterol, semua minyak goreng nabati kan memang tidak mengandung kolesterol," katanya.

Tindakan itu, katanya, tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan dan pada akhirnya bisa menyesatkan dan merugikan konsumen.

Pelanggaran ketentuan pelabelan, katanya, juga dilakukan oleh importir produk makanan kemasan. Mereka sering langsung memasarkan produk impor tanpa mencantumkan label berbahasa Indonesia di kemasan produk makanan yang dipasarkan.

Dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 disebutkan bahwa keterangan label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf lain.

"Demi melindungi masyarakat dan harus ada bahasa Indonesianya. Kita mendapati ada produk mengandung babi, tapi karena kita nggak bisa baca labelnya jadi kita terpapar. Ini kan melanggar hukum," katanya.

Hal itu, kata dia, biasanya dilakukan oleh importir yang tidak mendaftarkan produknya ke BPOM.

"Produk yang mengandung babi harusnya ditaruh kotak merah dengan keterangan mengandung babi. Tapi karena nggak ada ijin edarnya, jadi tidak diketahui kalau ada produk seperti itu yang dipasarkan," katanya.

Berkenaan dengan hal itu sebelumnya Ketua Tim Barang Beredar Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Nugroho Setiadharma mengatakan selama ini importir makanan impor kesulitan mengurus ijin edar produk makanan impor dari BPOM. "Persyaratannya sulit dipenuhi oleh importir," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009