mengapa ini mendadak menjadi masalah yang 'urgent'
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mempertanyakan urgensi mengenai tarif integrasi transportasi di Jakarta, menyusul pembahasan persoalan tersebut saat ini antara DPRD DKI Jakarta bersama Dinas Perhubungan DKI dan BUMD transportasi.
"Jadi, sampai saat ini kami belum pada sikap setuju atau tidak setuju, belum ada pernyataan itu, tetapi kami jadi bingung mengapa ini mendadak menjadi masalah yang 'urgent' (mendesak)," kata Gilbert saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Yang menjadi persoalan mendesak dan harus menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta, kata Gilbert, adalah masalah pelayanan dan keamanan transportasi massal di DKI Jakarta, persoalan air bersih untuk konsumsi, banjir, perumahan, hingga penurunan tanah (land subsidance).
"Itu yang 'urgent', ini kenapa kemudian dipaksakan sama kami. Seperti persoalan air, harusnya dialirkan dulu ke rumah-rumah biar Jakarta ini tidak tenggelam," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Gilbert, kebijakan yang akan melibatkan tiga moda transportasi yakni TransJakarta, MRT Jakarta dan LRT Jakarta awalnya direncanakan membutuhkan biaya kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) sekitar Rp3,16 triliun yang diungkapkan oleh Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda DKI Sri Haryati sekira tiga pekan lalu.
Baca juga: Ini kata Jaklingko tentang tarif integrasi
Namun kemudian, ucap Gilbert, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebutkan jika sistem integrasi transportasi tersebut terbentuk, maka dana PSO yang dibutuhkan akan naik jadi Rp5 triliun untuk usulan tarif integrasi maksimal Rp10 ribu.
"Ini kan bisa membebani daerah, terlebih moda transportasi MRT saja belum seluruhnya terbentuk, terlebih LRT. Bisa dibayangkan jika sudah rampung seluruhnya berapa dana yang harus disediakan lagi oleh daerah untuk dana PSO tersebut," ucapnya.
Di sisi lain, tambah Gilbert, pengguna transportasi di Jakarta juga tidak seluruhnya warga Jakarta, namun 60 persen lebih pengguna transportasi di Jakarta adalah warga di wilayah-wilayah sekitar Jakarta yang menurutnya menjadi tidak tepat sasaran.
"Justru itu, semua itu tidak jelas, kami jadi bingung, apa yang mendesak soal ini. Karenanya Pemprov, tolong dilihat lagi kebijakan ini secara rinci," tutur dia.
Sebelumnya, perusahaan penyediaan sistem pembayaran dan jasa layanan rekonsiliasi transportasi di Jakarta, PT Jaklingko menegaskan bahwa tarif integrasi transportasi di Jakarta yang diusulkan maksimal sebesar Rp10 ribu, telah melalui kajian komprehensif.
Baca juga: Tarif integrasi antarmoda transportasi di Jakarta diusulkan Rp10.000
"Tarif Integrasi ini sudah kami kaji komprehensif, sementara permintaan untuk alternatif lain akan kami siapkan kajiannya dan akan disampaikan kembali ke tim tarif Pemprov DKI," kata Dirut PT Jaklingko Indonesia Muhamad Kamaluddin.
Kamaluddin menyebutkan bahwa banyak faktor yang dipertimbangkan dalam kajian tersebut, pertama adalah dari segi warga yakni manfaat yang diterima, kemudian juga mempertimbangkan bagaimana masing-masing BUMD ini dalam memastikan pendapatan dan subsidinya.
"Jadi, itu bukan Jaklingko yang beropini tapi dari kajian yang kemudian, kami lanjutkan bersama konsultan," kata dia.
Rencananya penyatuan harga tarif tiga moda transportasi itu ditentukan dengan harga maksimal sebesar Rp10 ribu.
Besaran angka tersebut mempertimbangkan hasil kajian Willingness to Pay (WTP) masyarakat berpenghasilan rendah untuk menggunakan kendaraan umum di Jabodetabek (MRT, LRT, TransJakarta, Mikrotrans, Mini trans, dan KCI) sekitar Rp4.917.
Baca juga: Mayoritas warga DKI Jakarta setuju dengan tarif integrasi transportasi
Sementara jika berdasarkan karakteristik perjalanan dekat sedang dan jauh maka nilai WTP masyarakat untuk semua moda adalah Rp3.050, Rp4.753 dan Rp5.481.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2022